tag:blogger.com,1999:blog-14620032355377139352023-11-15T07:20:54.995-08:00ISLAMIC EDUCATIONKUMPULAN TULISANhttp://www.blogger.com/profile/07146712776383415902noreply@blogger.comBlogger6125tag:blogger.com,1999:blog-1462003235537713935.post-50825341500045785882011-05-03T23:31:00.000-07:002011-05-03T23:32:29.498-07:00Resume; Novel Totto-Chan (Gadis Cilik di Jendela)<m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 2.65pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Resume; novel Totto-chan (gadis cilik di jendela)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 2.65pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 2.65pt; text-align: justify; text-indent: 33.35pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span id="goog_1499848051"></span><span id="goog_1499848052"></span>Buku Totto-chan Gadis Cilik di Jendela ini memang bukan terbilang buku baru. Tapi jika ditilik isinya, buku ini tidak mengenal kata out of date. Tetsuko Kuroyanagi sangat piawai dalam mengemas kisah pengalaman hidupnya menjadi sebuah cerita yang lucu dan sarat makna.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 2.65pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 2.65pt; text-align: justify; text-indent: 33.35pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Nama Totto-chan sebenarnya adalah Tetsuko. Sebelum ia lahir, semua kawan Mama-Papa dan kerabat mereka yakin bayi yang akan lahir itu laki-laki. Bayi itu anak pertama Mama-Papa, jadi mereka percaya pada pendapat orang-orang itu. Mereka pun memutuskan menamai bayi mereka Toru. <a name='more'></a>Ketika ternyata yang lahir bayi perempuan, mereka agak kecewa. Tapi mereka menyukai huruf Cina untuk toru (yang berarti menembus, mengalun hingga jauh, jemih, dan menggema seperti suara) maka mereka menggunakan huruf itu untuk nama anak perempuan dengan memakai ucapan versi Cina tetsu dan menambahkan akhiran ko yang biasa digunakan untuk nama anak perempuan. Jadi, semua orang memanggilnya Tetsuko-chan (chan adalah bentuk akrab dari kata san yang ditambahkan setelah nama orang). Tapi bagi si gadis ciiik, nama itu tidak terdengar seperti Tetsuko-chan. Jadi setiap kali seseorang bertanya siapa namanya, ia akan menjawab,'Totto-chan." Ia bahkan mengira chan adalah bagian dari namanya. Papa terkadang memanggilnya Totsky, seolah ia anak laki-laki. Papa suka berkata, 'Totsky! Sini, bantu Papa membuang serangga-serangga ini dari pohon mawar!" Namun, kecuali Papa dan Rocky, semua orang memanggilnya Totto-chan, dan meskipun ia menuliskan Tetsuko sebagai namanya di buku tulisnya di sekolah, gadis cilik itu selalu menganggap dirinya Totto-chan. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 2.65pt; text-align: justify; text-indent: 33.35pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 2.65pt; text-align: justify; text-indent: 33.35pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Buku ini bercerita tentang Totto-chan, gadis cilik yang harus dikeluarkan dari sekolahnya di usia 7 tahun. Keingintahuannya yang besar tentang sesuatu, membuat Totto-chan kecil berbeda dan dipandang aneh jika dibandingkan dengan teman-temannya. Mulai dari <span style="color: black;">membuka meja, mengeluarkan buku catatan, lalu menutup meja dengan membantingnya. Kemudian dia membuka meja lagi, memasukkan kepalanya, mengeluarkan pensil, cepat-cepat membanting tutupnya, lalu menulis 'A'. Kalau tulisannya jelek atau salah, dia akan membuka meja lagi, mengeluarkan penghapus, menutup meja, menghapus huruf itu, kemudian membuka dan</span> <span style="color: black;">menutup meja lagi untuk menyimpan penghapus</span></span><span style="color: black; font-family: "Cambria Math","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">̶</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> semua itu dilakukannya dengan cepat sekali.Ketika sudah selesai mengulang menulis 'A', dia memasukkan kembali semua peralatannya ke bawah</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> <span style="color: black;">meja, satu per satu. Dia memasukkan pensil, menutup meja, lalu membukanya lagi untuk memasukkan buku catatan. Kemudian, ketika dia sampai ke huruf berikut- nya, dia mengulang semuanya</span></span><span style="color: black; font-family: "Cambria Math","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">̶</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">mula-mula buku catatan, lalu pensil, lalu penghapus</span><span style="color: black; font-family: "Cambria Math","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">̶</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">setiap kali melakukan itu dia membuka dan menutup mejanya. Kemudian </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">memanggil pengamen jalanan untuk memainkan musiknya di dalam kelas, <span style="color: black;">yang biasanya melewati sekolah tanpa suara, memainkan musik mereka keras-keras di depan murid-murid. Maka terdengarlah lengking nyaring klarinet, bunyi gong, genderang, dan samisen</span></span><span style="color: black; font-family: "Cambria Math","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">̶</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">alat musik petik</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> <span style="color: black;">khas Jepang. Guru yang malang itu hanya bisa menunggu dengan sabar sampai kegaduhan selesai. Akhirnya, setelah lagu selesai, para pemusik itu pergi dan murid-murid kembali ke tempat duduk masing-masing, </span>sampai berbicara dengan burung Walet yang bertengger di pohon samping kelasnya. Alhasil, Totto-chan dikeluarkan dari sekolahnya. Kemudian, oleh ibunya ia dimasukkan ke sekolah Tomoe Gakuen yang didirikan oleh Sosaku Kobayashi.<span style="color: black;"></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sekolah yang berlambang dua simbol kuno berbentuk koma yang berwarna hitam dan putih ini memang lain dari sekolah yang lain. Kegiatan belajar mengajar berlangsung di dalam gerbong kereta api yang sudah tidak dipakai lagi. Jumlah siswanya hanya sekitar lima puluh orang. Sekolah ini juga tidak mengharuskan siswanya memakai seragam yang rapi dan bersih, malah sebaliknya sekolah ini menganjurkan untuk memakai pakaian yang sudah usang untuk pergi ke sekolah.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> Ketika sampai di sana<span style="color: black;"> Totto-chan hendak bertanya pada Mama apa artinya ‘'Tomoe" tapi matanya melihat sekilas sesuatu yang membuatnya mengira dirinya sedang bermimpi. Dia berjongkok lalu mengintip ke balik semak-semak agar bisa melihat lebih jelas. Dia tak bisa mempercayai penglihatannya. Untuk ruang kelas, sekolah Itu menggunakan enam gerbong kereta yang sudah tidak terpakai. Totto-chan merasa seperti sedang bermimpi. Bersekolah di gerbong kereta. Deretan Jendela gerbong-gerbong itu berkilauan di tempa sinar matahari pagi. Tapi sepasang mata gadis cilik berpipi merah jambu yang memandanginya dari balik semak-semak lebih bercahaya lagi.</span> <span style="color: black;">Semua gerbong kereta itu hening, karena saat itu jam pelajaran pertama untuk semua kelas sudah dimulai. Halaman sekolah yang tidak begitu luas tidak dikelilingi tembok tapi pepohonan. Di sana-sini ada petak-petak bunga dengan bunga-bunga merah dan kuning. Kantor Kepala Sekolah tidak terletak di dalam gerbong, tapi di sisi kanan sebuah bangunan berlantai satu. Bangunan itu terletak di atas tangga batu berbentuk setengah lingkaran yang tingginya kira-kira tujuh undakan, tepat di seberang gerbang sekolah.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 2.65pt; text-align: justify; text-indent: 33.35pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Bersekolah di sana adalah hal yang menyenangkan bagi Totto-chan dan kawan-kawannya. Jika di sekolah lain setiap anak diberi jatah duduk di satu kursi tertentu, maka di Tomoe, mereka bebas memilih di mana mereka akan duduk.<span style="color: black;"> </span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 2.65pt; text-align: justify; text-indent: 33.35pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 2.65pt; text-align: justify; text-indent: 33.35pt;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Bersekolah di gerbong kereta sudah cukup aneh, tapi ternyata pengaturan tempat duduk di sekolah itu lebih aneh lagi. Di sekolah lain setiap anak diberi satu bangku tetap. Tapi di sini mereka boleh duduk sesuka hati, di mana saja, kapan saja. Setelah lama berpikir dan memandang sekeliling baik-baik, Totto-chan memutuskan duduk di samping anak perempuan yang datang sesudahnya tadi pagi karena anak itu mengenakan pinafore</span><span style="color: black; font-family: "Cambria Math","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">̶</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">rok rangkapan untuk bermain</span><span style="color: black; font-family: "Cambria Math","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">̶</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">bergambar kelinci bertelinga panjang. Yang paling aneh dari sekolah ini adalah pelajarannya. Di sekolah-sekolah lain, biasanya setiap jam pelajaran diisi dengan satu mata pelajaran, misalnya bahasa Jepang untuk jam pelajaran pertama, yaitu ketika murid-murid hanya belajar bahasa Jepang; kemudian, misalnya, pelajaran berhitung di jam pelajaran kedua, yaitu ketika murid-murid hanya belajar berhitung. Tapi di sini sangat berbeda. Di awal jam pelajaran pertama, Guru membuat daftar semua soal dan pertanyaan mengenai hal-hal yang akan diajarkan hari itu. Kemudian Guru berkata, "Sekarang, mulailah dengan salah satu dari ini. Pilih yang kalian suka." Jadi tidak masalah apakah kita mulai dengan belajar bahasa Jepang atau berhitung atau yang lain. Murid yang suka mengarang langsung menulis sesuatu, sementara di belakangnya, anak yang suka fisika merebus sesuatu dalam tabung percobaan di atas api berbahan bakar spiritus. Letupan-letupan kecil biasa terdengar di kelas-kelas itu, kapan saja. Metode pengajaran ini membuat para guru bisa mengamati</span><span style="color: black; font-family: "Cambria Math","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">̶</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">sejalan dengan waktu ketika anak-anak melanjutkan ke kelas yang lebih tinggi</span><span style="color: black; font-family: "Cambria Math","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">̶</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">bidang apa yang diminati anak-anak, termasuk cara berpikir dan karakter mereka. Ini cara ideal bagi para guru untuk benar-benar mengenal murid-murid mereka. Bagi murid-murid, memulai hari dengan mempelajari sesuatu yang paling mereka sukai sungguh sangat menyenangkan. Fakta bahwa mereka punya waktu seharian untuk mempelajari materi-materi yang tidak mereka sukai, menunjukkan bahwa entah bagaimana mereka bisa bertahan menghadapi peiajaran-pelajaran itu. Jadi belajar di sekolah ini pada umumnya bebas dan mandiri. Murid bebas berkonsultasi dengan guru kapan saja dia merasa perlu. Guru akan mendatangi murid jika diminta dan menjelaskan setiap hal sampai anak itu benar-benar mengerti. Kemudian mereka diberikan latihan-latihan lain untuk dikerjakan sendiri. Itulah belajar dalam arti yang sebenar-benarnya, dan itu berarti tak ada murid yang duduk menganggur dengan sikap tak peduli sementara guru sedang menjelaskan sesuatu.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sekolah ini memberikan kebebasan kepada siswanya untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan. Setiap siswa bebas memilih pelajaran apa yang ingin dipelajarinya lebih dulu pada hari itu. Ada yang memilih membuat puisi dan ada juga yang melakukan eksperimen fisika. Metode ini memudahkan guru untuk mengetahui bidang apa yang diminati muridnya, termasuk mengetahui karakter siswa.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Belajar di Tomoe benar-benar menarik dan menyenangkan. Untuk makan siang saja harus ada ”sesuatu dari laut dan sesuatu dari pegunungan” agar anak-anak makan dengan gizi seimbang. Selain itu, jika sebelum makan orang-orang Jepang selalu mengucapkan kata ”<i>Ittadakimasu</i>” yang artinya selamat makan, maka di Tomoe sebelum makan mereka menyanyikan lagu ”Yuk kunyah-kunyah baik-baik semua makananmu” baru setelah itu mereka mengucapkan ”<i>Ittadakimasu”</i>.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 0in 0.0001pt 2.65pt; text-align: justify; text-indent: 33.35pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Setelah makan siang, biasanya mereka berjalan-jalan. Kemudian, ketika mereka melewati kebun bunga, guru akan menceritakan kepada mereka bagaimana bunga-bunga sawi bisa bermekaran.<span style="color: black;"> Setiap hari di Tomoe Gakuen selalu penuh kejutan bagi Totto-chan. Ia begitu bersemangat pergi ke sekolah hingga merasa fajar tidak pernah cukup cepat datang. Dan setiap kali pulang, ia tak bisa berhenti berbicara. Ia akan bercerita pada Rocky, Mama, dan Papa tentang semua yang dilakukannya di sekolah hari itu, betapa asyiknya semua kegiatannya, dan betapa sekolahnya selalu penuh kejutan. Sampai akhirnya, Mama harus berkata, "Cukup, Sayang. Berhentilah bicara dan makan kuemu." Bahkan ketika sudah terbiasa dengan sekolah barunya,Totto-chan masih saja punya segudang cerita untuk diceritakan setiap hari. Mama bersyukur karena Totto-chan sepertinya menikmati sekolahnya. Pada suatu hari, dalam perjalanan ke sekolah naik kereta api, Totto-chan tiba-tiba berpikir apakah Tomoe punya lagu sekolah. Karena ingin tahu secepat mungkin, ia tak sabar menunggu sampai kereta tiba di stasiun terdekat dengan sekolahnya. Meskipun masih dua stasiun lagi, Totto-chan sudah bangkit lalu berdiri di depan pintu, siap melompat turun begitu kereta masuk ke Stasiun Jiyugaoka. Seorang wanita yang naik di stasiun</span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">sebelum Totto-chan melihat gadis cilik itu berdiri tegang di depan pintu. Tentu saja si wanita mengira gadis cilik itu akan turun. Ketika Tottto-chan tetap berdiri tak bergerak—berpose seperti pelari yang siap melaju wanita itu bergumam, "Anak itu kenapa, ya?" Begitu kereta memasuki Stasiun Jiyugaoka, Totto-chan langsung melompat turun dan melesat cepat. Ketika kondektur muda meneriakkan, "Jiyugaoka! Jiyugaoka!" dengan satu kaki meninjak peron sebelum kereta benar-benar berhenti Totto-chan suda menghilang di balik gerbang keluar.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tomoe mengajarkan banyak hal kepada anak-anak. Dengan berenang bersama tanpa busana, kepala sekolah ingin mereka paham bahwa semua tubuh itu indah. Jika mereka yang bertubuh cacat ikut berenang, maka rasa malu akan kekurangannya, akan hilang sedikit demi sedikit.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Selain itu, Kepala Sekolah juga memberikan motivasi kepada anak yang tidak mampu bercerita tentang suatu hal sampai akhirnya anak itu mampu bercerita. Beliau juga mampu meyakinkan anak-anak bahwa mereka adalah anak yang baik dengan selalu mengucapkan ”Kau anak yang benar-benar baik, kau tahu kan?”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kepala Sekolah Kobayashi menghargai sesuatu yang bersifat alamiah dan ingin karakter anak-anak berkembang secara alami. Beliau sangat yakin bahwa seorang anak dilahirkan dengan watak baik. Oleh sebab itu, Kepala Sekolah Kobayashi berusaha menemukan hal itu dan mengembangkannya agar anak-anak dapat tumbuh dengan kepribadian yang khas.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kehidupan sehari-hari Tomoe juga mengajarkan bersikap sopan kepada orang lain dan tidak boleh melakukan hal yang membuat orang lain kesal. Bahkan, membuang sampah di tempat yang benar pun dipelajari dari Tomoe.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Buku Totto-chan menggambarkan dunia anak-anak yang penuh dengan kepo-losan dalam memandang suatu hal. Bahasa yang digunakan lugas dan khas anak-anak. Ketika kepala sekolah mengatakan bahwa akan datang gerbong kereta baru untuk kelas mereka, mereka berpikir akan dibuat rel sehingga gerbong itu sampai di sekolah me-reka. Padahal sebenarnya gerbong itu diangkut oleh trailer yang ditarik oleh traktor. Ketika mereka belajar bagaimana bunga sawi mekar, mereka mengatakan, ”Ternyata benang sari tidak mirip benang ya?”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Buku yang merupakan kritik terhadap sistem pendidikan yang keras di Jepang ini, berhasil merebut perhatian sebagian besar masyarakat Jepang. Pada tahun pertama buku ini diterbitkan, buku ini terjual hingga 4.500.000 eksemplar. Dalam buku ini dijelaskan bahwa sistem pendidikan di Jepang yang terkenal keras dan disiplin, bukanlah jaminan bahwa seorang anak akan berkembang dengan baik. Bahkan, bisa jadi seseorang yang tidak kuat dengan sistem tersebut akan mengalami tekanan mental dan bisa menjadi depresi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Begitu juga dengan sekolah konvensional di Indonesia yang mengharuskan siswa hadir pada pukul 07.00 tepat dan pulang pada waktu yang ditentukan. Sistem ini juga belum tentu akan menghasilkan output yang baik. Banyak siswa yang merasa tertekan dengan apa yang dilakukan oleh sekolah dan standar kelulusan yang semakin merangkak naik dari tahun ke tahun. Jika dulu, ketika kita duduk di bangku sekolah, kita lupa mengerjakan PR atau nilai ulang-an jelek, maka kita akan mendapatkan hukuman. Sangat berbeda dengan Tomoe yang membiarkan muridnya berkembang de-ngan sendirinya sesuai minat yang dimiliki.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sekolah konvensional dinilai tidak dapat mengakomodasi semua kecerdasan yang dimiliki siswa. Bahkan, seringkali sekolah konvensional mematikan kecerdasan siswa yang luar biasa. Dalam hal ini, Sekolah Tomoe membiarkan siswanya berkembang sesuai dengan apa yang dimiliki. Selain membuat siswa merasa nyaman, kecerdasan yang mereka miliki dari lahir akan semakin terasah.</span></div>KUMPULAN TULISANhttp://www.blogger.com/profile/07146712776383415902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1462003235537713935.post-30508691656306934732011-05-03T23:22:00.000-07:002011-05-03T23:25:34.108-07:00Teori Perkembangan<m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-left: 27pt; text-align: center; text-indent: -27pt;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Oleh : Noni Indriani </span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-left: 27pt; text-indent: -27pt;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">I.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">PENDAHULUAN</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Psikologi perkembangan merupakan salah satu cabang psikologi yang membahas tingkat perkembangan (<i>developmental level</i>), taraf perkembangan (<i>developmental stage</i>), tugas-tugas perkembangan (<i>developmental tasks</i>), dan hukum-hukum perkembangan. Di dalam psikologi perkembangan ini dibahas mengenai teori perkembangan, prinsip perkembangan, awal mula kehidupan manusia menurut berbagai konsep, dan lain sebagainya. Sedangkan dalam pembahasan teori, sampai saat ini banyak teori-teori yang menjelaskan tentang perkembangan manusia, seperti teori-teori yang disampaikan oleh para ahli psikologi seperti Jean Piaget, Sigmund Freud, Erik. H Erikson, dan lain sebagainya. Tapi sebelum itu kami sebagai penyusun ingin menjelaskan tentang kata <i>teori</i> serta <i>perkembangan</i> itu sendiri.</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><a name='more'></a>Dalam satu buku yang berjudul <i>kamus ilmiah kontemporer</i> yang disusun oleh M.D..J. Al Barry dan Sofyan Hadi A.T, dijelaskan bahwa yang disebut <i>teori</i> itu adalah sebuah pendapat, pandangan, dan pendirian. Mereka pun menjelaskan bahwa teori itu adalah ilmu buku (bukan pengalaman langsung), atau diartikan pula sebagai patokan dasar sains atau ilmu pengetahuan. Kemudian dalam rujukan yang lain dijelaskan, bahwa yang dimaksud dengan teori itu adalah suatu konsepsualisasi yang umum.</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kemudian mengenai kalimat <i>perkembangan</i>, banyak para ahli psikologi yang mengartikan mengenai pengertian dari kata perkembangan itu sendiri. Diantaranya seorang ahli psikologi yang bernama <b>Monks</b> mengatakan bahwa yang disebut perkembangan merupakan suatu proses yang dinamis. Sedangkan dalam pengertian yang lain disebutkan bahwa perkembangan menunjukan pada suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan menunjukan pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali. Secara otomatis ketika kita membahas tentag kalimat perkembangan maka kita akan menyinggung kalimat pertumbuhan. Karena kata pertumbuhan dan perkembangan saling melengkapi, tidak mungkin seorang individu fisiknya tumbuh sedangkan jiwa atau animanya tidak tumbuh. Hanya perlu sedikit perhatian, bahwa kata pertumbuhan menunjukan kepada kuantitas, yang artinya ketika seseorang tumbuh, maka ada yang bertambah bagian dari tubuhnya. Apakah berat badan, tinggi badan, dsb. Sedangkan kata pertumbuhan menunjukan pada kualitas, yakni ditandai dengan munculnya sifat-sifat yang khas mengenai gejala psikologis. Sedangkan, sebagaimana telah disinggung bahwa perkembangan manusia itu memiliki beberapa teori sebagaimana yang telah dikemukakan oleh para ahli psilokogi. Berikut ini akan kami sebutkan mengenai teori-teori tersebut.</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">II.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">PEMBAHASAN</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><b><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><span dir="LTR"></span><b><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Teori Sigmund Freud Dengan Teori Psikodinamika</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori belajar dalam hal pandangan akan penting nya pengaruh lingkungan, termasuk lingkungan (milieu) primer, terhadap perkembangan. Perbedaannya ialah bahwa teori psikodinamika memandang komponen yang bersifat sosio-afektif, yaitu ketegangan yang ada pada diri seseorang. Menurut teori ini, maka komponen yang bersifat sosio-afektif, yaitu ketegangan yang ada dalam diri seseorang, sebagai penentu dinamikanya.</span></div><div style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;">Menurut salah satu teori psikodinamika terkenal yaitu teori<b> Freud</b>. Mengatakan, bahwa kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yakni sadar (<i>conscious</i>), prasadar (<i>preconscious</i>), dan tak-sadar (<i>unconscious</i>). Konsep dari teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku. Selain itu, dia juga memberikan pernyataan pada awalnya bahwa prilaku manusia didasari pada hasrat seksualitas pada awalnya (<b>eros</b>) yang dirasakan oleh manusia semenjak kecil dari ibunya.</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pengalaman seksual dari Ibu, seperti menyusui, selanjutnya mengalami perkembangannya atau tersublimasi hingga memunculkan berbagai perilaku lain yang disesuaikan dengan aturan norma masyarakat. Seiring berputarnya waktu, muncul seorang ahli psikologi yang bernama <b>Alferd Adler</b> ia mengutarakan bahwa perkembangan manusia tidak hanya didasari oleh hasrat seksual semata (<b>eros</b>), akan tetapi didasari juga oleh insting mati (<b>thanatos</b>). Walaupun pada awalnya ia menyangkal habis-habisan tentang teori Alferd Adler, namun pada akhirnya Freud mampu mensejajarkan dengan tanpa meninggalkan teori yang ia kemukakan dengan teori Alferd Adler. Akan tetapi Freud jarang menyebutkan bahwa teori <b>thanatos</b> adalah teori yang dikemukakan oleh Alferd Adler. Sehingga setelah Freud menerima apa yang ia kemukakan ia mengakui dan berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan dengan dua macam kekuatan (energi) biologis, yaitu libido dan nafsu mati. Kekuatan atau energi ini menguasai semua orang atau semua benda yang berarti bagi anak, melalui proses yang oleh Freud disebut <i>kathexis. </i>Kathexis berarti konsentrasi energi psikis terhadap suatu objek atau suatu ide yang spesifik, atau terhadap suatu person yang spesifik.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Selanjutnya, teori perkembangan yang berorientasi psikodinamika tidak lagi mengakui pendapat yang dulu dianut secara umum, bahwa perkembangan fungsi seksual baru di mulai bersamaan dengan pertumbuhan organ kelamin pada masa remaja. Libido yang anak dilahirkan. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Teori perkembangan yang berorientasi psikodinamika mempunyai kelemahan, yaitu tidak dapat di uji secara empiris (Eysenck, 1959; DE waele, 1961). Teori tersebut menitik beratkan akan perkembangan sosio-afektif. Bila dalam teori ini sosialitas menduduki tempat yang utama, perlu diketahui juga bahwa libido dan agresi (sebagai pernyataan nafsu mati) selalu berjalan bersama-sama. Jadi kalau seksualitas ditekan karena norma pendidikan orang tua, maka agresi ikut ditekan juga. Hal ini mempunyai pengaruh yang menentukan bagi perkembangan kepribadian anak.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Erikson </span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">(1964) meluaskan teori Freud yang agak menyebelah ini dengan mencoba meletakan hubungan antara gejala psikis dan edukatif di satu pihak dan gejala masyarakat budaya di pihak yang lain. Suatu kehidupan bersama ditandai oleh cara anak diasuh dalam lingkungan hudup yang wajar. Misalnya sebagai contoh Erikson mencoba mengartikan cara pendidikan orang Amerika dan pentingnya peranan ibu dalam menciptakan “home” di rumah, khususnya dalam waktu banyak pionir sedang pergi jauh keluar dari lingkungannya sendiri. Dalam masyarakat seperti itu maka seorang ibu dalam milieu primer tadi menjadi figure yang sangat menentukan. Dia akan memberikan kasih saying pada mereka yang patuh dan bergantung padanya dan menolak mereka yang membangkang. Dalam masyarakat semacam itu, maka orang yang merusak kekuatan kehidupan bersama tidak dapat diterima. Di sini dapat dilihat bahwa Erikson kurang mengindahkan pengaruh kelembagaan modern dalam masyarakat.</span></div><div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Walaupun begitu, cara pendekatan Erikson yang bersifat normopsikologis ditinjau dari pendekatan psikologi sepanjang hidup cukup relevan untuk ditinjau sejenak. Erikson membagi hidup manusia menjadi beberapa fase atas dasar proses-proses tertentu beserta akibat-akibatnya. Proses-proses tadi dapat berakhir baik atau tidak baik. Bila berakhir baik dapat memperlancar perkembangan, bila tidak baik akan menghambatnya. Dari segi pandangan psikologi perkembangan, maka pada setiap fase seseorang mempunyai “tugas” yang merupakan pelopor teori mengenai tugas-tugas perkembangan.</span></div><div class="MsoNoSpacing"><br />
</div><div class="MsoNoSpacing"><br />
</div><div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><b><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><span dir="LTR"></span><b><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Teori Jean Piaget Dengan Teori Interaksionisme</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Teoritikus terkenal dalam teori interaksionisme atau ada juga yang mengatakan teori perkembangan kognitif adalah <b>Piaget </b>(1974). Pendapatnya agak menyebelah karena piaget hanya mementingkan perkembangan intelektual dan perkembangan moral yang berhubungan dengan itu. Di sini moral dipandang sebagai berhubungan dengan intelektual anak. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Inti pengertian teori Piaget adalah bahwa perkembangan harus dipandang sebagai kelanjutan genesa-embrio. Perkembangan tersebut berjalan melalui berbagai stadium dan membawa anak ke dalam tingkatan berfungsi dan tingkatan struktur yang lebih tinggi. Terlaksananya perkembangan ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor .Pertama dapat disebutkan faktor pemasakan yang memungkinkan dilakukan aktivitas seseorang. Anak tidak dapat melakukan tindakan (operasi) tertentu, Sebelum ia mencapai suatu tingkat kemasakan tertentu. Pengaruh yang lain datang dari pengalaman dan transmisi sosial. Transmisi sosial berarti penanaman nilai-nilai melalui pendidikan, tetapi juga melalui bahasa yang karena strukturnya yang khas, dapat membuka kemungkinan-kemungkinan baru. Tetapi yang paling penting adalah aktivitas social yang individu yang dapat belajar menyesuaikan diri pada tuntunan realitas melalui pengalaman dan transmisi social. Bentuk penyesuaian ini oleh Piaget disebut asimilasi, yaitu memperoleh kesan dan pengertian baru atas dasar pola pengertian yang sudah ada. Istilah asimilasi diambil dari istilah biologi seperti juga hal nya istilah adaptasi. Dengan istilah akomodasi piaget mengartikan penyesuaian diri untuk dapat bertindak yang cocok dengan situasi baru dalam lingkungannya. Penyesuaian diri disini terutama menuntut sikap yang baru sama sekali, menuntut tingkah laku operasi atau aktivitas yang kreatif. Hal ini menyebabkan anak dapat berfungsi dalam nivo yang lebih tinggi, mencapai struktur yang lebih tinggi. Dalam setiap struktur berkembang suatu skema tertentu. Kemudian dengan pertolongan skema tersebut maka dalam suatu stadium perkembangan tertentu anak dapat mencapai suatu keseimbangan antara kecenderungan asimilasi dan akomodasi yang cocok untuk stadium tersebut.maka dari itulah suatu akomodasi lebih lanjut yang dibutuhkan untuk bertindak yang sesuai akan memecahkan keseimbangan tadi. Pemecahan keseimbangan yang sudah ada itu untuk mencapai struktur yang lebih tinggi disebut oleh Piaget ekuilibrasi. Ekuilibrasi berarti mendapatkan keseimbangan baru secara aktif, jadi suatu bentuk regulasi diri yang sungguh-sungguh.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Bila interaksionisme betul-betul ingin menjadi suatu sintesa, maka teori Piaget yang hanya menitik beratkan akan fungsi intelektual saja itu tidak dapat memberikan arah bagi teori tersebut.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Istilah interaksionisme menunjuk pada pengertian interaksi, yaitu pengaruh timbal balik. Di sini dimaksudkan tidak hanya pengaruh mempengaruhi antara bakat (pembawaan dan konstitusi) dan milieu, antara pemasakan dan belajar, melainkan juga interaksi antara pribadi dan dunia luar. Interaksi tadi mengandung arti bahwa orang dengan mengadakan aksi dan reaksi ikut memberikan bentuk pada dunia luar (keluarga, teman, tetangga, kelas social, kelompok kerja, bangsa) Sebaliknya orangnya sendiri juga mendapatkan pengaruh dari keliling, dan kadang-kadang pengaruh itu begitu kuat hingga membahayakan pribadinya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Di samping interaksi ada kovariansi factor keturunan dan factor lingkungan, artinya kedua factor berjalan bersama-sama. Misalnya orang tua merupakan pengaruh keturunan dan pengaruh lingkungan sekaligus bagi anak. Dengan begitu dapat dilihat nanti bahwa pengertian adaptasi Piaget dalam arti biologis harus di lengkapi dengan arti sosiologis. Dalam hal ini mungkin istilah emansipasi lebih tepat untuk melukiskan keadaan tersebut. Pengertian emansipasi ini pada mulanya berasal dari pengadilan. Dalam hokum romawi emansipasi berarti melepaskan tangan (terjemah harafiah istilah emancipatio) dari kepala seorang anak untuk mengakhiri masa kanak-kanak secara simbolis. Para ahli sosiologi mengambil alih pemgertian itu untuk menunjukan usaha kelompok yang tidak diperlakukan adil dalam memperoleh hak hukum yang sama. Dalam paedagogik dan psikologi pengertian emansipasi di gunakan untuk menunjukan usaha anak dan pemuda untuk membebaskan diri dan menemukan kepribadian sendiri, baik sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><b><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><span dir="LTR"></span><b><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Teori Erik Erikson Dengan Teori Psikososial</span></b></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pada mulanya Erik Erikson terkenal karena ia mampu mengembangkan teori <b>Freud</b> tentang teori <i>psikoseksual</i> dengan menekankan pada aspek-aspek sosial, yang termasyhur dengan sebutan </span><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Theory of Psychosocial Development</span></i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> (teori perkembangan psikososial). Namun Erikson pun terkenal pula dengan teori delapan tahap perkembangan manusia (<i>the eight stages of man</i>) ia pun menyebutkan masalah-masalah serta keutamaan-keutamaan masing-masing tahap. Menurut Erikson, agama merupakan faktor utama pendorong perkembangan hidup manusia. Sedangkan delapan tahapan tersebut adalah :</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Oral</span></i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> dengan masalah percaya versus tidak percaya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 ½ tahun. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoron (eliminsi) dengan sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kwalitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil. Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami, bahwa orang-orang yang ada didalamnya dapat dipercaya dan saling menyayangi. Kepuasaan yang dirasakan oleh seorang bayi terhadap sikap yang diberikan oleh ibunya akan menimbulkan rasa aman, dicintai, dan terlindungi. Melalui pengalaman dengan orang dewasa tersebut bayi belajar untuk mengantungkan diri dan percaya kepada mereka. Hasil dari adanya kepercayaan berupa kemampuan mempercayai lingkungan dan dirinya serta juga mempercayai kapasitas tubuhnya dalam berespon secara tepat terhadap lingkungannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada bayinya, dan tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain yang membuat ibunya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi memenuhi keinginan mereka sendiri, maka bayi akan lebih mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia akan selalu curiga kepada orang lain.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Hal ini jangan dipahami bahwa peran sebagai orangtua harus serba sempurna tanpa ada kesalahan/cacat. Karena orangtua yang terlalu melindungi anaknya pun akan menyebabkan anak punya kecenderungan maladaptif. Erikson menyebut hal ini dengan sebutan salah penyesuaian indrawi. Orang yang selalu percaya tidak akan pernah mempunyai pemikiran maupun anggapan bahwa orang lain akan berbuat jahat padanya, dan akan memgunakan seluruh upayanya dalam mempertahankan cara pandang seperti ini. Dengan kata lain,mereka akan mudah tertipu atau dibohongi. Sebaliknya, hal terburuk dapat terjadi apabila pada masa kecilnya sudah merasakan ketidakpuasan yang dapat mengarah pada ketidakpercayaan. Mereka akan berkembang pada arah kecurigaan dan merasa terancam terus menerus. Hal ini ditandai dengan munculnya frustasi, marah, sinis, maupun depresi. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pada dasarnya setiap manusia pada tahap ini tidak dapat menghindari rasa kepuasan namun juga rasa ketidakpuasan yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan ketidakpercayaan. Akan tetapi, hal inilah yang akan menjadi dasar kemampuan seseorang pada akhirnya untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik. Di mana setiap individu perlu mengetahui dan membedakan kapan harus percaya dan kapan harus tidak percaya dalam menghadapi berbagai tantangan maupun rintangan yang menghadang pada perputaran roda kehidupan manusia tiap saat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Adanya perbandingan yang tepat atau apabila keseimbangan antara kepercayaan dan ketidakpercayaan terjadi pada tahap ini dapat mengakibatkan tumbuhnya pengharapan. Nilai lebih yang akan berkembang di dalam diri anak tersebut yaitu harapan dan keyakinan yang sangat kuat bahwa kalau segala sesuatu itu tidak berjalan sebagaimana mestinya, tetapi mereka masih dapat mengolahnya menjadi baik.</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pada aspek lain dalam setiap tahap perkembangan manusia senantiasa berinteraksi atau saling berhubungan dengan pola-pola tertentu (ritualisasi). Oleh sebab itu, pada tahap ini bayi pun mengalami ritualisasi di mana hubungan yang terjalin dengan ibunya dianggap sebagai sesuatu yang keramat (numinous). Jika hubungan tersebut terjalin dengan baik, maka bayi akan mengalami kepuasan dan kesenangan tersendiri. Selain itu, Alwisol berpendapat bahwa numinous ini pada akhirnya akan menjadi dasar bagaimana orang menghadapi/berkomunikasi dengan orang lain, dengan penuh penerimaan, penghargaan, tanpa ada ancaman dan perasaan takut. Sebaliknya, apabila dalam hubungan tersebut bayi tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu akan merasa terasing dan terbuang, sehingga dapat terjadi suatu pola kehidupan yang lain di mana bayi merasa berinteraksi secara interpersonal atau sendiri dan dapat menyebabkan adanya <i>idolism </i>(pemujaan). Pemujaan ini dapat diartikan dalam dua arah yaitu anak akan memuja dirinya sendiri, atau sebaliknya anak akan memuja orang lain.</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Anal</span></i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> dengan masalah otonomi versus malu malu dan rasa salah.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap malu dan ragu-ragu. Dengan kata lain, ketika orang tua dalam mengasuh anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam aspek-aspek tertentu misalnya mengizinkan seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat mengeksplorasikan dan mengubah lingkungannya, anak tersebut akan bisa mengembangkan rasa mandiri atau ketidaktergantungan. Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan, memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-ragu. Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan dan kemandirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu atau tidak seharusnya bertindak sendirian. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Orang tua dalam mengasuh anak pada usia ini tidak perlu mengobarkan keberanian anak dan tidak pula harus mematikannya. Dengan kata lain, keseimbanganlah yang diperlukan di sini. Ada sebuah kalimat yang seringkali menjadi teguran maupun nasihat bagi orang tua dalam mengasuh anaknya yakni “tegas namun toleran”. Makna dalam kalimat tersebut ternyata benar adanya, karena dengan cara ini anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri. Sedikit rasa malu dan ragu-ragu, sangat diperlukan bahkan memiliki fungsi atau kegunaan tersendiri bagi anak, karena tanpa adanya perasaan ini, anak akan berkembang ke arah sikap <i>maladaptif </i>yang disebut Erikson sebagai <i>impulsiveness</i> (terlalu menuruti kata hati), sebaliknya apabila seorang anak selalu memiliki perasaan malu dan ragu-ragu juga tidak baik, karena akan membawa anak pada sikap <i>malignansi</i> yang disebut Erikson <i>compulsiveness</i>. Sifat inilah yang akan membawa anak selalu menganggap bahwa keberadaan mereka selalu bergantung pada apa yang mereka lakukan, karena itu segala sesuatunya harus dilakukan secara sempurna. Apabila tidak dilakukan dengan sempurna maka mereka tidak dapat menghindari suatu kesalahan yang dapat menimbulkan adanya rasa malu dan ragu-ragu.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Jikalau dapat mengatasi krisis antara kemandirian dengan rasa malu dan ragu-ragu dapat diatasi atau jika diantara keduanya terdapat keseimbangan, maka nilai positif yang dapat dicapai yaitu adanya suatu kemauan atau kebulatan tekad. Meminjam kata-kata dari Supratiknya yang menyatakan bahwa “kemauan menyebabkan anak secara bertahap mampu menerima peraturan hukum dan kewajiban”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Ritualisasi yang dialami oleh anak pada tahap ini yaitu dengan adanya sifat bijaksana dan <i>legalisme</i>. Melalui tahap ini anak sudah dapat mengembangkan pemahamannya untuk dapat menilai mana yang salah dan mana yang benar dari setiap gerak atau perilaku orang lain yang disebut sebagai sifat bijaksana. Sedangkan, apabila dalam pola pengasuhan terdapat penyimpangan maka anak akan memiliki sikap legalisme yakni merasa puas apabila orang lain dapat dikalahkan dan dirinya berada pada pihak yang menang sehingga anak akan merasa tidak malu dan ragu-ragu walaupun pada penerapannya menurut Alwisol mengarah pada suatu sifat yang negatif yaitu tanpa ampun, dan tanpa rasa belas kasih.</span></div><div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Genital</span></i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> dengan masalah inisiatif versus rasa salah.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tahap ketiga adalah tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa memiliki tujuan. Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Akan tetapi, semuanya akan terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital ini mengalami hambatan karena dapat mengembangkan suatu sifat yang berdampak kurang baik bagi dirinya yaitu merasa berdosa dan pada klimaksnya mereka seringkali akan merasa bersalah atau malah akan mengembangkan sikap menyalahkan diri sendiri atas apa yang mereka rasakan dan lakukan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Ketidakpedulian (<i>ruthlessness</i>) merupakan hasil dari maladaptif yang keliru, hal ini terjadi saat anak memiliki sikap inisiatif yang berlebihan namun juga terlalu minim. Orang yang memiliki sikap inisiatif sangat pandai mengelolanya, yaitu apabila mereka mempunyai suatu rencana baik itu mengenai sekolah, cinta, atau karir mereka tidak peduli terhadap pendapat orang lain dan jika ada yang menghalangi rencananya apa dan siapa pun yang harus dilewati dan disingkirkan demi mencapai tujuannya itu. Akan tetapi bila anak saat berada pada periode mengalami pola asuh yang salah yang menyebabkan anak selalu merasa bersalah akan mengalami malignansi yaitu akan sering berdiam diri (<i>inhibition</i>). Berdiam diri merupakan suatu sifat yang tidak memperlihatkan suatu usaha untuk mencoba melakukan apa-apa, sehingga dengan berbuat seperti itu mereka akan merasa terhindar dari suatu kesalahan.</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kecenderungan atau krisis antara keduanya dapat diseimbangkan, maka akan lahir suatu kemampuan psikososial adalah tujuan (purpose). Selain itu, ritualisasi yang terjadi pada masa ini adalah masa dramatik dan impersonasi. Dramatik dalam pengertiannya dipahami sebagai suatu interaksi yang terjadi pada seorang anak dengan memakai fantasinya sendiri untuk berperan menjadi seseorang yang berani. Sedangkan impersonasi dalam pengertiannya adalah suatu fantasi yang dilakukan oleh seorang anak namun tidak berdasarkan kepribadiannya. Oleh karena itu, rangakain kata yang tepat untuk menggambarkan masa ini pada akhirnya bahwa keberanian, kemampuan untuk bertindak tidak terlepas dari kesadaran dan pemahaman mengenai keterbatasan dan kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya.</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Latensy</span></i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> dengan masalah usaha versus rendah diri.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tahap keempat adalah tahap laten yang terjadi pada usia sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa rendah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya, dan lain sebagainya. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tingkatan ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana yang pada awalnya hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang seiring bertambahnya usia bahwa rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk dapat berhasil dalam belajar. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau anak tidak dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (<i>inferioritas</i>), sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri. Oleh sebab itu, peranan orang tua maupun guru sangatlah penting untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia seperti ini. Kegagalan di bangku sekolah yang dialami oleh anak-anak pada umumnya menimpa anak-anak yang cenderung lebih banyak bermain bersama teman-teman dari pada belajar, dan hal ini tentunya tidak terlepas dari peranan orang tua maupun guru dalam mengontrol mereka. Kecenderungan maladaptif akan tercermin apabila anak memiliki rasa giat dan rajin terlalu besar yang mana peristiwa ini menurut Erikson disebut sebagai keahlian sempit. Di sisi lain jika anak kurang memiliki rasa giat dan rajin maka akan tercermin malignansi yang disebut dengan kelembaman. Mereka yang mengidap sifat ini oleh Alfred Adler disebut dengan “masalah-masalah inferioritas”. Maksud dari pengertian tersebut yaitu jika seseorang tidak berhasil pada usaha pertama, maka jangan mencoba lagi. Usaha yang sangat baik dalam tahap ini sama seperti tahap-tahap sebelumnya adalah dengan menyeimbangkan kedua karateristik yang ada, dengan begitu ada nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi yakni kompetensi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dalam lingkungan yang ada pola perilaku yang dipelajari pun berbeda dari tahap sebelumnya, anak diharapkan mampu untuk mengerjakan segala sesuatu dengan mempergunakan cara maupun metode yang standar, sehingga anak tidak terpaku pada aturan yang berlaku dan bersifat kaku. Peristiwa tersebut biasanya dikenal dengan istilah <i>formal</i>. Sedangkan pada pihak lain jikalau anak mampu mengerjakan segala sesuatu dengan mempergunakan cara atau metode yang sesuai dengan aturan yang ditentukan untuk memperoleh hasil yang sempurna, maka anak akan memiliki sikap kaku dan hidupnya sangat terpaku pada aturan yang berlaku. Hal inilah yang dapat menyebabkan relasi dengan orang lain menjadi terhambat. Peristiwa ini biasanya dikenal dengan istilah <i>formalism</i>.</span></div><div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Remaja</span></i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> dengan masalah identitas versus kekacauan peran.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Pencapaian identitas pribadi dan menghindari peran ganda merupakan bagian dari tugas yang harus dilakukan dalam tahap ini. Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting, karena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara seseorang terjun ke tengah masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin luas tidak hanya berada dalam area keluarga, sekolah namun dengan masyarakat yang ada dalam lingkungannya. Masa pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada tahap sebelumnya seseorang dapat menapakinya dengan baik maka segenap identifikasi di masa kanak-kanak diintrogasikan dengan peranan sosial secara aku, sehingga pada tahap ini mereka sudah dapat melihat dan mengembangkan suatu sikap yang baik dalam segi kecocokan antara isi dan dirinya bagi orang lain, selain itu juga anak pada jenjang ini dapat merasakan bahwa mereka sudah menjadi bagian dalam kehidupan orang lain. Semuanya itu terjadi karena mereka sudah dapat menemukan siapakah dirinya. Identitas ego merupakan kulminasi nilai-nilai ego sebelumnya yang merupakan ego sintesis. Dalam arti kata yang lain pencarian identitas ego telah dijalani sejak berada dalam tahap pertama/bayi sampai seseorang berada pada tahap terakhir/tua. Oleh karena itu, salah satu point yang perlu diperhatikan yaitu apabila tahap-tahap sebelumnya berjalan kurang lancar atau tidak berlangsung secara baik, disebabkan anak tidak mengetahui dan memahami siapa dirinya yang sebenarnya ditengah-tengah pergaulan dan struktur sosialnya, inilah yang disebut dengan identity confusion atau kekacauan identitas.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Akan tetapi di sisi lain jika kecenderungan identitas ego lebih kuat dibandingkan dengan kekacauan identitas, maka mereka tidak menyisakan sedikit ruang toleransi terhadap masyarakat yang bersama hidup dalam lingkungannya. Erikson menyebut maladaptif ini dengan sebutan fanatisisme. Orang yang berada dalam sifat fanatisisme ini menganggap bahwa pemikiran, cara maupun jalannyalah yang terbaik. Sebaliknya, jika kekacauan identitas lebih kuat dibandingkan dengan identitas ego maka Erikson menyebut malignansi ini dengan sebutan pengingkaran. Orang yang memiliki sifat ini mengingkari keanggotaannya di dunia orang dewasa atau masyarakat akibatnya mereka akan mencari identitas di tempat lain yang merupakan bagian dari kelompok yang menyingkir dari tuntutan sosial yang mengikat serta mau menerima dan mengakui mereka sebagai bagian dalam kelompoknya. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kesetiaan akan diperoleh sebagi nilai positif yang dapat dipetik dalam tahap ini, jikalau antara identitas ego dan kekacauan identitas dapat berlangsung secara seimbang, yang mana kesetiaan memiliki makna tersendiri yaitu kemampuan hidup berdasarkan standar yang berlaku di tengah masyarakat terlepas dari segala kekurangan, kelemahan, dan ketidakkonsistennya. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Ritualisasi yang nampak dalam tahap adolesen ini dapat menumbuhkan ediologi dan totalisme.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoListParagraph" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">6.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pemuda</span></i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> dengan masalah intimidasi versus isolasi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30 tahun. Jenjang ini menurut Erikson adalah ingin mencapai kedekatan dengan orang lain dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri. Periode diperlihatkan dengan adanya hubungan spesial dengan orang lain yang biasanya disebut dengan istilah pacaran guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan kedekatan dengan orang lain. Di mana muatan pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti adanya kerja sama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik sehingga akan tumbuh sifat merasa terisolasi. Erikson menyebut adanya kecenderungan maladaptif yang muncul dalam periode ini ialah rasa cuek, di mana seseorang sudah merasa terlalu bebas, sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memperdulikan dan merasa tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam hubungan dengan sahabat, tetangga, bahkan dengan orang yang kita cintai/kekasih sekalipun. Sementara dari segi lain/malignansi Erikson menyebutnya dengan keterkucilan, yaitu kecenderungan orang untuk mengisolasi/menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan dan masyarakat, selain itu dapat juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk dari kesendirian dan kesepian yang dirasakan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Oleh sebab itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus berjalan dengan seimbang guna memperoleh nilai yang positif yaitu cinta. Dalam konteks teorinya, cinta berarti kemampuan untuk mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan keangkuhan lewat rasa saling membutuhkan. Wilayah cinta yang dimaksudkan di sini tidak hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun juga hubungan dengan orang tua, tetangga, sahabat, dan lain-lain.</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Ritualisasi yang terjadi pada tahan ini yaitu adanya afiliasi dan elitisme. Afilisiasi menunjukkan suatu sikap yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan cinta yang dibangun dengan sahabat, kekasih, dan lain-lain. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap yang kurang terbuka dan selalu menaruh curiga terhadap orang lain.</span><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">7.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dewasa</span></i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> dengan masalah generativitas versus stagnasi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Apabila pada tahap pertama sampai dengan tahap ke enam terdapat tugas untuk dicapai, demikian pula pada masa ini dan salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Maladaptif yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu peduli, sehingga mereka tidak punya waktu untuk mengurus diri sendiri. Selain itu malignansi yang ada adalah penolakan, di mana seseorang tidak dapat berperan secara baik dalam lingkungan kehidupannya akibat dari semua itu kehadirannya ditengah-tengah area kehiduannya kurang mendapat sambutan yang baik.</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara generativitas dan stagnansi guna mendapatkan nilai positif yang dapat dipetik yaitu kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generasional dan otoritisme. Generasional ialah suatu interaksi/hubungan yang terjalin secara baik dan menyenangkan antara orang-orang yang berada pada usia dewasa dengan para penerusnya. Sedangkan otoritisme yaitu apabila orang dewasa merasa memiliki kemampuan yang lebih berdasarkan pengalaman yang mereka alami serta memberikan segala peraturan yang ada untuk dilaksanakan secara memaksa, sehingga hubungan diantara orang dewasa dan penerusnya tidak akan berlangsung dengan baik dan menyenangkan.</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">8.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tua</span></i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> dengan masalah integritas diri versus putus asa.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam teori Erikson terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan oleh karena itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap ini akan bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat integritas yang mana sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat. Kecenderungan terjadinya integritas lebih kuat dibandingkan dengan kecemasan dapat menyebabkan maladaptif yang biasa disebut Erikson berandai-andai, sementara mereka tidak mau menghadapi kesulitan dan kenyataan di masa tua. Sebaliknya, jika kecenderungan kecemasan lebih kuat dibandingkan dengan integritas maupun secara malignansi yang disebut dengan sikap menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai sikap sumpah serapah dan menyesali kehidupan sendiri.</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-left: 0in; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><b><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><span dir="LTR"></span><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Konsep Perkembangan Manusia Menurut Al Qur’an Dan Hadist</span></b><b><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"></span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 27pt;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mengenai konsep perkembangan manusia dalam al Qur’an Allah SWT. Berfirman dalam surat al Hajj ayat 5 :</span></div><div class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: 150%; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span lang="AR-SA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ</span><span dir="LTR"></span><span dir="LTR" lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span dir="LTR"></span>.</span><span lang="AR-SA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span class="gen"><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.</span></i></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span class="gen"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kemudian disebutkan pula dalam surat al Mu’min atau Ghafir ayat 67 :</span></span></div><div class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: 150%; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span lang="AR-SA" style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا شُيُوخًا وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى مِنْ قَبْلُ وَلِتَبْلُغُوا أَجَلًا مُسَمًّى وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ</span><span dir="LTR"></span><span dir="LTR" style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span dir="LTR"></span>.</span><span lang="AR-SA" style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span class="gen"><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).</span></i></span><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Imam al Maroghi dalam kitabnya yang bernama <i>tafsir al maroghi</i> menjelaskan bahwa berdasarkan ayat tersebut ada tujuh tahapan penciptaan manusia. Yaitu :</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">“<i>Fainna khalaqnakum min turab</i>”. Bahwa proses terciptanya sperma dari tanah itu adalah dihasilkan dari gizi-gizi, gizi dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan, sedangkan tumbuh-tumbuhan dihasilkan dari tanah dan air.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">“<i>Tsumma min nutfah</i>”. Kemudian dari mani yang disatukan dengan darah yang dihasilkan dari gizi-gizi tumbuhan yang dihasilkan dari tanah tersebut.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">“<i>tsumma min ‘alaqah</i>”. Kemudian menjadi segumpal darah yang bersatu (<i>zygot</i>).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">“Tsumma min mudgah mukhallaqah wa ghairi mukhallaqah</span></i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">”. Kemudian berkembang menjadi (<i>embrio</i>) yang disamakan, yang padanya tidak ada kekurangan, tidak ada kecacatan ketika permulaan penciptaannya. Kemudian segumpal daging yang tidak disamakan, yang di sana ada kecacatan. Dan inilah yang menentukan mengenai tingkatan pada penciptaan seorang makhluk apakah itu pada rupa, bentuk, tinggi, beke, dan lain sebagainya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">“Tsummanukhrijukum thiflan”. </span></i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">yakni selanjutnya manusia dikeluarkan oleh Allah dari rahim-rahim ibu kalian sampai datang ajal kalian yang telah kami tetapkan sejak kalian keluar dari rahim-rahim ibu kalian sebagai seorang bayi yang kecil ketika kalian dilahirkan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">6.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">”Tsumma litablugu asyuddakum”.</span></i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">yakni kemudian Allah menumbuhkan atau memakmurkan dan memudahkan pengurusan-pengurusan atau pendidikan kalian sampai kalian mencapai kesempurnaan dari akal kalian dan puncak kemampuan dari urusan yang kami kenakan kepada kalian.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">7.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> “<i>Wa minkum man yutawaffa wa minkum man yuraddu ila ardzalil ‘umur likaila ya’lamu min ba’di ilmin syaian”.</i> Yakni diantara kalian ada yang Allah matikan setelah sempurnanya kekuatan dan akal kalian, tapi diantara kalian pula ada yang disisakan atau dibiarkan sampai tua renta dan kacau fikiran kalian karena ketua rentaan kalian (pikun) sampai kalian seperti sebagaimana bayi yang baru dilahirkan lemah akan pengetahuan, lemah akal kalian, dan sedikit faham tentang pengetahuan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dengan tujuh tahapan tersebut jelaslah, bahwa sesungguhnya Allah SWT. bisa mematikan atau membiarkan manusia sampai pikun yang dengan kepikunan tersebut semua ilmu serta kemampuan manusia dalam beramal dapat direbut, dirampas atau lebih tepatnya hilang.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span class="gen"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kemudian disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al Bukhori :</span></span></div><div class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: 150%; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span dir="LTR" lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">...</span><span dir="RTL"></span><span lang="AR-SA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span dir="RTL"></span> قَالَ إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ مَلَكًا فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ وَيُقَالُ لَهُ اكْتُبْ عَمَلَهُ وَرِزْقَهُ وَأَجَلَهُ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ ثُمَّ يُنْفَخُ</span><span dir="LTR"></span><span dir="LTR" lang="AR-SA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span dir="LTR"></span> </span><span lang="AR-SA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">فِيهِ الرُّوحُ</span><span dir="LTR"></span><span dir="LTR" lang="EN-CA" style="font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span dir="LTR"></span> )...</span><span lang="AR-SA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">الحديث</span><span lang="AR-SA" style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">)</span><span dir="LTR" lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Rasulullah SAW. Bersabda : “Sesungguhnya salah seorang diantara kalian dikumpulkan penciptaannya pada perut ibunya selama empat puluh hari, kemudian setelah itu menjadi segumpal darah (zigot) selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging (embrio) selama empat puluh hari juga, kemudian Allah mengutus seorang malaikat maka ia diperintah untuk mencatat empat kalimat atau empat hal dan Allah berkata kepada malaikat tersebut “catatlah amalnya, rizkinya, ajalnya, celaka dan bahagianya. Kemudian ditiupkan ruh kepadanya... (al Bukhori dari Abdullah Bin Mas’ud)</span></i></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Imam al ‘Aini menjelaskan dalam kitabnya yang bernama <i>‘Umdatul Qori </i>yang kitab ini merupakan syarah atau kitab penjelas bagi kitab shohih bukhori yang disusun oleh imam al Bukhori. Ia mengutip qoul atau perkataan ulama <b>Qodli Iyad</b> dan Ulama yang lainnya bahwa yang dimaksud dengan “<i>Allah mengutus malaikat</i>” pada hadist tersebut adalah bahwasanya Allah memerintahkan kepada Malaikat dengan urusan-urusan itu dan berpaling kepadanya dengan perbuatan-perbuatan itu dan sungguh diterangkan dalam hadist tersebut bahwasanya Malaikat tersebut adalah yang diwakilkan atau yang ditugaskan untuk menjaga rahim seorang ibu, kemudian Malaikat itu tersebut berkata “<i>wahai Tuhanku ini adalah nutfah</i>”, kemudian ia berkata lagi “<i>wahai Tuhanku ini adalah ‘alaqah</i>”. Dan Imam Qadli Iyadl berkata mengenai firmanNya yang termaktub dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh shahabat Anas Bin Malik. Dan jika Allah berkehendak untuk menciptakan satu ciptaan maka malaikat tersebut bertanya, “<i>Wahai Tuhanku apakah yang ada dalam rahim ini akan menjadi laki-laki ataukah perempuan”</i> ?, “<i>Apakah ia akan termasuk orang yang celakan atau termasuk orang yang bahagia</i>” ? yang sebenarnya tidak akan bertentangan dengan apa yang telah Engkau tetapkan”. Akan tetapi setelah terbentuknya mudlgah, Malaikat tersebut berhenti bertanya karena pada proses tersebut merupakan awal pembicaraan dan sebagai berita dari keadaan yang lain. Maka Allah SWT. mengkhabarkan akan keadaan Malaikat yang ada bersama nutfah tersebut. Dan Malaikat tersebut mengkhabarkan, bahwa apabila Allah SWT. akan menciptakan setetes nutfah yang kemudian menjadi ‘alaqah Ia akan menjelaskan keadaannya seperti ini seperti ini. Dan jika saya berkata (<i>al ‘Aini</i>) dalam satu riwayat Allah mengutus Malaikat setelah hari ke seratus dua puluh. Dalam riwayat lain kemudian Malaikat masuk kepada nutfah tersebut, setelah nutfah tersebut menetap dalam rahim selama empat puluh atau empat puluh lima malam, maka Malaikat yang ditugaskan tersebut bertanya, “<i>wahai Tuhanku apakah ia termasuk orang yang celaka atau bahagia</i> ?”. Sedangkan dalam riwayat lain disebutkan “<i>apabila nutfah telah lewat pada malam ke empat puluh dua Allah mengutus kepada nutfah tersebut Malaikat, maka Allah membentuknya dan menciptakan pendengarannya, penglihatannya dan kulitnya</i>”. Dan dalam riwayat Hudzaifah Bin Asid disebutkan sesungguhnya nutfah yang ada pada rahim seorang ibu selama empat puluh malam kemudian setelah waktu itu malaikat..atasnya. Dan seterusnya. (lihat <i>Maktabah Syamila</i>, pada kitab <i>‘Umdatul Qari </i>22:463).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Allah SWT. beserta Rasul Nya telah menjelaskan beberapa abad yang lalu mengenai proses penciptaan manusia jauh-jauh sebelum teknologi-teknologi canggih ditemukan. Dan Rasulullah SAW. pun menjelaskan kepada umat nya bukan berdasarkan ilmu praduga atau spekulatif semata, tapi benar-benar berdasarkan wahyu. Semoga dengan keterangan-keterangan ini kita semakin yakin bahwa benar-benar Allah itu dzat yang Maha mengetahui.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">RUJUKAN</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: Symbol; font-size: 12pt; line-height: 150%;">·<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Syamsu Yusuf, <i>Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja</i> (Bandung, Rosda 2002).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: Symbol; font-size: 12pt; line-height: 150%;">·<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, <i>Nuansa-Nuansa Psikologi Islam</i> (Jakarta, Rajawali Press, 2001).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: Symbol; font-size: 12pt; line-height: 150%;">·<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">F.J.Monks dan A.M.P.knoers Siti Rahayu Haditono, <i>Psikologi Perkembangan</i> (Yogyakarta, gajahmada university press 2006 bulaksumur)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: Symbol; font-size: 12pt; line-height: 150%;">·<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Ahmad.Warson. Munawwir, <i>Kamus al Munawwir Arab Indonesia Terlengkap</i> (Surabaya, Pustaka Progressif 1997)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"><span lang="EN-CA" style="font-family: Symbol; font-size: 12pt; line-height: 150%;">·<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kamus Al Munjid Fi Al Lughah Wa Al Adab Wa Al ‘Ulum </span></i><span lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">(Beirut, al katsulikiyyah 1960).</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"><span style="font-family: Symbol;">·<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><a href="http://valmband.multiply.com/journal/item/5"><span style="color: black;">http://valmband.multiply.com/journal/item/5</span></a></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;"><span style="font-family: Symbol;">·<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Sigmund_Freud"><span style="color: black;">http://id.wikipedia.org/wiki/Sigmund_Freud</span></a></div><div class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: 150%; margin-right: 0.25in; text-align: right; text-indent: -0.25in; unicode-bidi: embed;"><span lang="EN-CA" style="font-family: Symbol; font-size: 14pt; line-height: 150%;">·<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="RTL"></span><span lang="AR-SA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">برنامج المكتبة الشاملة و هي :</span><span dir="LTR" lang="EN-CA" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"></span></div><div class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; margin-right: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in; unicode-bidi: embed;"><span lang="EN-CA" style="font-family: Symbol; font-size: 14pt; line-height: 115%;">·<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="RTL"></span><span lang="AR-SA" style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%;">أحمد مصطفى المراغى</span><span lang="AR-SA" style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%;">,<i>تفسير المراغي</i> - (1 / 3389) و ج 17 ، ص : 89,</span><span dir="LTR"></span><span dir="LTR" lang="AR-SA" style="font-size: 14pt; line-height: 115%;"><span dir="LTR"></span> </span><span lang="AR-SA" style="color: black; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%;">دار النشر : شركة مكتبة ومطبعة مصطفى البابى الحلبي وأولاده</span><span lang="AR-SA" style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%;"> بمصر</span><span dir="LTR" lang="EN-CA" style="font-size: 14pt; line-height: 115%;"></span></div><div class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; margin-right: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in; unicode-bidi: embed;"><span lang="EN-CA" style="font-family: Symbol; font-size: 14pt; line-height: 115%;">·<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="RTL"></span><span lang="AR-SA" style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%;">أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة الجعفي البخاري, <i>صحيح البخاري</i> – (المحقق) ت محمد فؤاد عبد الباقي - (8 / 259), الكتاب : الجامع المسند الصحيح المختصر من أمور رسول الله صلى الله عليه وسلم وسننه وأيامه (دارالسلام –الرياض 1419ه).</span></div><div class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; margin-right: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in; unicode-bidi: embed;"><span lang="EN-CA" style="font-family: Symbol; font-size: 14pt; line-height: 115%;">·<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="RTL"></span><span lang="AR-SA" style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%;">بدر الدين العيني الحنفي,<i>عمدة القاري شرح صحيح البخاري</i> - (22 / 462), 1427 هـ</span></div>KUMPULAN TULISANhttp://www.blogger.com/profile/07146712776383415902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1462003235537713935.post-45419324014619738122011-05-03T02:25:00.001-07:002011-05-03T21:01:17.162-07:00FIQH MANHAJI SHAHIH AL-BUKHARI<m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div align="center" class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="FR" style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 13pt;">FIQH MANHAJI</span></b><b><span lang="FR" style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 13pt;"> </span></b><b><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 13pt;">SHAHIH AL-BUKHARI</span></b><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn1" name="_ednref1" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[1]</span></span></span></span></a><b><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 13pt;"></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 14pt;">Oleh: Ibnu Muchtar</span></b></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 0.5in; unicode-bidi: embed;"><br />
</div><h2 align="left" dir="LTR" style="line-height: normal; text-align: left;"><b><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif";">Pendahuluan</span></b></h2><div class="MsoBodyTextIndent" dir="LTR" style="line-height: normal;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif";">Upaya para ahli hadis dalam <i>tautsiq</i> (mengautentikasi) sunah Nabi saw. sebagai penjelas Alquran, telah mendorong lahirnya sebuah kitab yang <i>bernama al-Jami’ al-Shahih al-Musnad al-Mukhtashar min Umuri Rasulillah saw. wa Sunanihi wa Ayyamihi</i>, yang lazim disingkat dengan <i>al-Jami’ al-Shahih</i>, dan populer dengan sebutan <i>Shahih al-Bukhari</i>.</span><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif";"> <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn2" name="_ednref2" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[2]</span></span></a></span></span><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif";"></span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 0.5in; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Kitab ini ditulis oleh seorang imam hadis terkemuka bernama Muhamad bin Ismail, kelahiran kota Bukhara 13 Syawal 194 H/850 M, yang kemudian termasyhur dengan sebutan Imam al-Bukhari.<a name='more'></a></span></div><div class="MsoBodyTextIndent2" dir="LTR" style="line-height: normal; margin-left: 0in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif";">Kitab ini berisikan hadis-hadis sahih yang telah diseleksi oleh Imam al-Bukhari berdasarkan kecermatannya. Begitu cermatnya beliau dalam menyeleksi hadis, hingga beliau tidak mau memuat satu hadis pun hasil penyeleksiannya itu di dalam kitab tersebut sebelum melakukan salat istikharah dua rakaat, serta meyakini bahwa hadis-hadis yang ditulisnya itu benar-benar autentik. al-Firabri menyatakan:</span></div><div align="left" class="a" dir="RTL" style="text-align: right;"><span lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic"; font-size: 16pt;">قَالَ لِي الْبُخَارِيُّ مَاوَضَعْتُ فِي كِتَابِي الصَّحِيحِ حَدِيْثًا إِلاَّ اغْتَسَلْتُ قبْلَ ذلِكَ وَصَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ</span></div><div class="MsoBodyText2" dir="LTR"><span dir="LTR"></span><i><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"><span dir="LTR"></span>“Al-Bukhari berkata kepadaku, ‘Aku senantiasa hanya menyimpan suatu hadis pada Kitab al-Shahih setelah aku mandi dan salat istikharah dua rakaat</span></i><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">.”</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn3" name="_ednref3" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[3]</span></span></span></span></a><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoBodyTextIndent2" dir="LTR" style="line-height: normal; margin-left: 0in; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif";">Kecermatan inilah yang menjadikan <i>Shahih al-Bukhari</i> sebagai kitab yang paling autentik setelah Alquran. Hal ini diakui para ahli hadis setingkat Ibnu al-Shalah<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn4" name="_ednref4" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[4]</span></span></span></a> (w. 643 H/</span><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif";">/1245 M</span><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif";">), al-Nawawi<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn5" name="_ednref5" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[5]</span></span></span></a> (w.676 H/</span><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif";">1277 M</span><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif";">), dan Ibnu Hajar al-Asqalani<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn6" name="_ednref6" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[6]</span></span></span></a> (w.852 H/</span><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif";">1448 M</span><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif";">).</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 0.5in; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Apresiasi di atas bukan karena kultus individu dan isapan jempol belaka, karena reputasi yang disandang kitab ini muncul justru setelah banyak mendapat kritikan dari berbagai kalangan pada setiap generasi, baik yang bersikap objektif maupun subjektif. Hanya yang bersikap objektif pada akhirnya mengakui autentisitas <i>Shahih al-Bukhari</i> dan keunikan sistematika penyusunannya, serta memahami argumentasi para ulama untuk menerima sepenuhnya kitab itu dan menempatkannya pada urutan pertama, lebih tinggi dibandingkan dengan kitab-kitab lainnya.</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 0.5in; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Apresiasi para ulama selama beberapa abad itu seyogianya “memicu” gairah kaum terdidik dan para sarjana di Indonesia pada masa sekarang untuk menyimak, mengkritisi, dan mendiskusikannya, agar eksistensi kitab tersebut tetap “hidup” dan “membumi” dalam mengakarkan berbagai persoalan dalam konteks kekinian. Namun, kenyataan “di lapangan” mengindikasikan gejala kontra produktif, yakni “menurunnya” semangat ijtihad dalam bidang ini, terutama studi literatur hadis, khususnya <i>Shahih al-Bukhari</i>. Kecenderungan ini pada gilirannya juga mematikan gairah dalam menggali “mutiara” yang terkandung di dalamnya. Akhirnya penelitian khusus tentang <i>Shahih al-Bukhari</i> dianggap kurang penting. </span><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Bahkan akibat lebih jauh dari hal itu, umat Islam tidak tahu persis kandungan <i>Shahih al-Bukhari</i> dan bagaimana <i>manhaj</i> al-Bukhari dalam penyusunan kitab itu.</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 0.5in; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Mudah-mudahan kandungan makalah ini dapat dijadikan salah satu sarana dalam upaya mengembalikan “mutiara yang hilang”, yakni <i>ghirah</i> pengembangan ilmu hadis pada umumnya, studi <i>Shahih al-Bukhari</i> pada khususnya, dan secara lebih spesifik diharapkan menjadi bahan pemikiran bagi santri, mahasiswa, <i>asatidzah</i> Pesantren dan Perguruan Tinggi di lingkungan Jami’iyyah Persatuan Islam, yang kian hari kian dituntut untuk senantiasa meningkatkan validitas hasil-hasil kajiannya.</span></div><div class="MsoBodyText2" dir="LTR"><span style="font-family: Wingdings; font-size: 12pt;">™</span><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 13pt;"> </span><b><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 13pt;">Kandungan Shahih al-Bukhari (I): Jumlah Hadis</span></b></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 0.5in; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Ibn al-Shalah (W. 643 H/1245 M) menerangkan bahwa jumlah hadis pada <i>Shahih al-Bukhari</i> sebanyak 7.275, bila dihitung dengan pengulangan. Namun bila dihitung tanpa pengulangan, jumlahnya mencapai 4.000 hadis. Penghitungan Ibn al-Shalah ini diikuti oleh al-Nawawi pada kitabnya <i>al-Taqrib wa al-Taisir.</i></span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn7" name="_ednref7" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[7]</span></span></span></span></a><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Menurut al-‘Iraqi</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn8" name="_ednref8" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[8]</span></span></span></span></a><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"> (W. 806 H/1403 M), penghitungan ini merujuk pada periwayatan al-Firabri. Namun, berdasarkan periwayatan murid al-Bukhari lainnya, yaitu Hammad bin Syakir, jumlah itu dikurangi 200 hadis (3.800). Sedangkan menurut periwayatan murid lainnya, Ibrahim bin Ma’qil, jumlah itu dikurangi 300 hadis (3.700).</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn9" name="_ednref9" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[9]</span></span></span></span></a><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 0.5in; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Menurut Ibn Hajar, “Mereka mengatakan ini karena taklid kepada al-Hamawi</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn10" name="_ednref10" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[10]</span></span></span></span></a><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"> (W. 380 H/990 M). Sebab ia mencatat <i>Shahih al-Bukhari</i> dari al-Firabri, dan menghitung semua bab (bab masuk dalam penghitungan), lalu ia menjumlahkan seluruhnya. Kemudian generasi berikutnya bertaklid kepadanya, karena ia dipandang sebagai perawi kitab <i>Shahih al-Bukhari</i> serta memiliki perhatian yang cukup memadai terhadap kitab itu”</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn11" name="_ednref11" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[11]</span></span></span></span></a><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 0.5in; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Meskipun demikian, Ibn Hajar menyatakan bahwa Ibn al-Shalah dengan penjumlahan itu tidak bermaksud menghitung kuantitas hadis pada <i>Shahih al-Bukhari</i>, tetapi sebagai catatan pelengkap guna mengkritisi pernyataan Ibn al-Akhram dalam menanggapi ucapan al-Bukhari, “Saya hafal 100.000 hadis sahih”. Karena menurut Ibn al-Akhram, pada <i>Shahih al-Bukhari</i> jumlahnya tidak mencapai ukuran itu.<span class="MsoEndnoteReference"> </span></span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn12" name="_ednref12" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[12]</span></span></span></span></a><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 0.5in; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Kemudian Ibn Hajar berupaya melakukan penghitungan secara cermat, serta mengkaji ulang hasil penghitungan ulama sebelumnya. Kecermatan ini tampak jelas pada setiap akhir pembahasan <i>kitab</i>. Beliau menerangkan jumlah hadis <i>marfu’</i> <i>maushul</i>, <i>mu’allaq</i>, <i>mutaba’at</i>, perkataan sahabat dan tabi’in. Sebagai contoh pada <i>kitab al-tayammum. </i>Setelah selesai memberikan <i>syarh</i> (komentar) terhadap berbagai bab dan hadis pada topik ini, beliau menyatakan:</span></div><div class="a" dir="RTL"><span lang="AR-SA" style="font-family: "Traditional Arabic"; font-size: 16pt;">خَاتِمَةٌ إِشْتَمَلَ كِتَابُ التَّيَمُّمِ مِنَ الأَحَادِيْثِ الْمَرْفُوْعَةِ عَلَى سَبْعَةَ عَشَرَ حَدِيْثًا الْمُكَرَّرُ مِنْهَا عَشْرَةٌ مِنْهَا اثْنَانِ مُعَلَّقَانِ وَالْخَالِصُ سَبْعَةٌ مِنْهَا وَاحِدٌ مُعَلَّقٌ وَالْبَقِيَّةُ مَوْصُوْلَةٌ وَافَقَهُ مُسْلِمٌ عَلَى تَخْرِيْجِهَا سِوَى حَدِيْثِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ الْمُعَلَّقِ وَفِيْهِ مِنَ الْمَوْقُوْفَاتِ عَلَى الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ عَشْرَةُ آثَارٍ مِنْهَا ثَلاَثَةٌ مَوْصُوْلَةٌ وَهِيَ فَتْوَى عَمْرٍو وَأَبِيْ مُوْسَى وَابْنِ مَسْعُوْدٍ وَمِنْ بَرَاعَةِ الْخِتَامِ الْوَاقِعَةِ لِلْمُصَنِّفِ فِي هذَا الْكِتَابِ خَتْمُهُ كِتَابَ التَّيَمُّمِ بِقَوْلِهِ فَإِنَّهُ يَكْفِيْكَ إِشَارَةَ إِلَى أّنَّ الْكِفَايَةَ بِمَا أَوْرَدَهُ تَحْصُلُ لِمَنْ تَدَبَّرَ وَتَفَهَّمَ وَاللهُ سبحانه وتعالى أعلم</span></div><div class="MsoBodyText" dir="LTR" style="line-height: normal;"><span dir="LTR"></span><i><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif";"><span dir="LTR"></span>“[Penutup] Kitab al-Tayammum memuat hadis-hadis marfu’ sebanyak 17 hadis. Sepuluh di antaranya disebut secara berulang, dua di antaranya mu’allaq. Dan yang murni sebanyak tujuh hadis, satu di antaranya mu’allaq, sedangkan yang lain maushul dan disepakati oleh Muslim selain hadis ‘Amr bin al-‘Ash yang mu’allaq. Dan pada kitab ini terdapat hadis-hadis mauquf dan maqthu sebanyak 10 atsar. 3 di antaranya maushul, yakni fatwa ‘Amr, Abu Musa, dan Ibn Mas’ud. Dan di antara kepandaian penyusun pada kitab ini adalah mengakhiri kitab al-tayammum dengan sabda Nabi ‘fainnahu yakfika’ sebagai isyarat bahwa merasa cukup dengan apa yang beliau sampaikan akan tercapai bagi orang yang tadabbur dan tafahhum (memahami secara bertahap). Wallahu A’lam</span></i><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif";">.”</span><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif";"> </span></span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn13" name="_ednref13" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif";"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[13]</span></span></span></span></a><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif";"> </span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 0.5in; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Setelah merinci jumlah hadis pada setiap <i>kitab</i>, Ibn Hajar berkesimpulan bahwa jumlah hadis dengan pengulangan sebanyak 9.082 hadis, dengan perincian sebagai berikut:</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.9pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Hadis <i>marfu muttashil</i> = 7.397</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.9pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Hadis <i>marfu mu’allaq</i> = 1.341</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.9pt; unicode-bidi: embed;"><u><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Hadis <i>mutaba’at</i> = 341</span></u></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.9pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Jumlah = 9.082.</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn14" name="_ednref14" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[14]</span></span></span></span></a><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Jumlah ini tidak mencakup hadis <i>mauquf </i>dan<i> maqthu</i>. Dengan demikian, terdapat perbedaan jumlah hadis <i>marfu muttashil</i> antara versi Ibnu Hajar (7.397) dengan Ibn al-Shalah (7.275) sebanyak 122 hadis.</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Setelah selesai melakukan penghitungan, Ibn Hajar mengatakan, “Penghitungan yang telah aku lakukan terhadap jumlah hadis pada <i>Shahih al-Bukhari</i> merupakan hasil yang maksimal. Allah telah membukakan (pintu) dengannya. Aku tidak mengetahui orang yang lebih dahulu melakukan itu daripadaku, dan aku mengakui tidak <i>ma’shum</i> dari kesalahan dan kekeliruan. Hanya Allah-lah yang layak untuk dimintai pertolongan.”</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn15" name="_ednref15" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[15]</span></span></span></span></a><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"></span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Sejauh pengetahuan kami, tidak ada ulama yang mengoreksi dan mengkritisi hasil penghitungan Ibn Hajar di atas. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penghitungan Ibn Hajar dianggap paling akurat.</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Hasil penghitungan ini diakui pula oleh para pakar hadis generasi pasca Ibn Hajar, juga pada zaman modern sekarang ini, semisal Dr. Ajaj al-Khatib</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn16" name="_ednref16" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[16]</span></span></span></span></a><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">, Dr. Muhamad Muhamad Abu Syahbah</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn17" name="_ednref17" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[17]</span></span></span></span></a><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">, Dr. Muhamad Muhamad Abu Zahu</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn18" name="_ednref18" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[18]</span></span></span></span></a><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">, dan ahli hadis lainnya. Meskipun demikian, terjadi perbedaan penghitungan di antara mereka ketika mengungkap rincian hasil penghitungan Ibn Hajar di atas. Adapun keterangannya sebagai berikut:</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; margin: 0in 0.25in 0.0001pt 17.85pt; text-align: justify; text-indent: -17.85pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">a)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">versi Ahmad bin Muhamad al-Qashthalani</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 42.55pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">a) Hadis <i>marfu muttashil</i> = 2.602</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Hadis <i>mu’allaq</i> yang tidak </span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><u><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">di-<i>maushul</i>-kan pada tempat lain = 159</span></u></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Jumlah selurunya = 2.761 (tanpa pengulangan)</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 42.55pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">b) Hadis <i>marfu muttashil </i>= 7.397 </span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Hadis <i>marfu mu’allaq</i> = 1.341 </span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><u><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Hadis <i>mutaba’at</i> = 344 </span></u></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.9pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Jumlah seluruhnya</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn19" name="_ednref19" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[19]</span></span></span></span></a><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"> = 9.082 (dengan pengulangan)<span class="MsoEndnoteReference"> </span></span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; margin: 0in 0.25in 0.0001pt 17.85pt; text-align: justify; text-indent: -17.85pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">b)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">versi al-Suyuthi</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 42.55pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">a) Hadis <i>marfu muttashil</i> = 2.513</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Hadis <i>mu’allaq</i> yang tidak </span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><u><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">di-<i>maushul</i>-kan pada tempat lain = 160</span></u></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Jumlah selurunya = 2.673 (tanpa pengulangan)</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 42.55pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">b) Hadis <i>marfu muttashil </i>= 6.397 </span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Hadis <i>marfu mu’allaq</i> = 1.341 </span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><u><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Hadis <i>mutaba’at</i> = 384 </span></u></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Jumlah seluruhnya</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn20" name="_ednref20" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[20]</span></span></span></span></a><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"> = 8.122 (dengan pengulangan)<span class="MsoEndnoteReference"> </span></span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; margin: 0in 0.25in 0.0001pt 17.85pt; text-align: justify; text-indent: -17.85pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">c)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">versi Ahmad Muhamad Syakir</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 42.55pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">a) Hadis <i>marfu muttashil</i> = 2.602</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Hadis <i>mu’allaq</i> yang tidak </span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><u><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">di-<i>maushul</i>-kan pada tempat lain = 159</span></u></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Jumlah selurunya = 2.761 (tanpa pengulangan)</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 42.55pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">b) Hadis <i>marfu muttashil </i>= - </span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Hadis <i>marfu mu’allaq</i> = - </span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><u><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Hadis <i>mutaba’at</i> = -</span></u></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Jumlah seluruhnya</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn21" name="_ednref21" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[21]</span></span></span></span></a><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"> = 9.082 (dengan pengulangan)<span class="MsoEndnoteReference"> </span></span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; margin: 0in 0.25in 0.0001pt 17.85pt; text-align: justify; text-indent: -17.85pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">d)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">versi Muhamad Mahfuzh bin Abdullah al-Tirmisi</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 42.55pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">a) Hadis <i>marfu muttashil</i> = 2.513</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Hadis <i>mu’allaq</i> yang tidak </span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><u><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">di-<i>maushul</i>-kan pada tempat lain = 160</span></u></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Jumlah selurunya = 2.673 (tanpa pengulangan)</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 42.55pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">b) Hadis <i>marfu muttashil </i>= 6.397 </span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Hadis <i>marfu mu’allaq</i> = 1.341 </span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><u><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Hadis <i>mutaba’at</i> = 384</span></u></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 56.7pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">Jumlah seluruhnya</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=1462003235537713935#_edn22" name="_ednref22" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">[22]</span></span></span></span></a><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;"> = 8.122 (dengan pengulangan)<span class="MsoEndnoteReference"> </span></span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; margin-right: 0.25in; text-align: justify; text-indent: 0in; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">e)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span dir="LTR"></span><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">versi Dr. Muhamad Muhamad Abu Syahbah</span></div><div class="MsoNormal" dir="LTR" style="direction: ltr; text-align: justify; text-indent: 42.55pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-family: "Maiandra GD","sans-serif"; font-size: 12pt;">a) Hadis <i>marfu muttashil</i> = 2.602 </span></div>KUMPULAN TULISANhttp://www.blogger.com/profile/07146712776383415902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1462003235537713935.post-86270349658178115932011-05-01T23:56:00.000-07:002011-05-03T21:01:45.205-07:00<h3 class="post-title entry-title"><a href="http://iskandarmhum.blogspot.com/2009/02/prospek-pendidikan-nonformal-kini-dan.html">PROSPEK PENDIDIKAN NONFORMAL, Kini dan Masa Depan</a> </h3><div class="postedby"><div class="post-status"><span class="post-author vcard"> Diposkan oleh <span class="fn">MY FOTO</span> </span> <span class="post-timestamp"> di <a class="timestamp-link" href="http://iskandarmhum.blogspot.com/2009/02/prospek-pendidikan-nonformal-kini-dan.html" rel="bookmark" title="permanent link"><abbr class="published" title="2009-02-21T07:25:00-08:00">07:25</abbr></a> </span>. <span class="date-header">Sabtu, 21 Februari 2009</span> </div><span class="post-comment-link"> </span> </div><span class="post-labels"> </span> <br />
<div class="post-body"><style>
.fullpost { display: inline; }
</style> <br />
<div align="justify"><br />
<b><span style="color: #000066;">Pendahuluan</span></b><br />
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.<br />
Sejalan dengan itu, sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajamen pendidikan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global sehinga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan.<br />
<br />
<a name='more'></a>Penyelenggaraan pendidikan nonformal (PNF) merupakan upaya dalam rangka mendukung perluasan akses dan peningkatan mutu layanan pendidikan bagi masyarakat. Jenis layanan dan satuan pembelajaran PNF sangat beragam, yaitu meliputi: (1) pendidikan kecakapan hidup, (2) pendidikan anak usia dini, (3) pendidikan kesetaraan seperti Paket A, B, dan C, (4) pendidikan keaksaraan, (5) pendidikan pemberdayaan perempuan, (6) pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja (kursus, magang, kelompok belajar usaha), serta (7) pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.<br />
Carut-marut dunia pendidikan Indonesia, sungguh tampil sebagai suatu realitas yang sangat memprihatinkan. Mahalnya biaya pendidikan yang tidak serta merta dibarengi dengan peningkatan kualitas secara signifikan, tentu menimbulkan tanda tanya besar mengenai orientasi pendidikan yang sebenarnya sedang ingin dicapai.<br />
Ironisnya, disaat beberapa negara tetangga terus berupaya keras melakukan peningkatan kualitas pada sektor pendidikan, banyak pihak di negara ini justru menempatkan pendidikan sebagai suatu komoditas yang memiliki nilai jual yang tinggi. Tak mengherankan bahwa ketika banyak pihak mengejar pendidikan dari sisi kuantitas, tentu menimbulkan berbagai macam konsekuensi logis seperti terabaikannya faktor kualitas pendidikan.<br />
Parahnya lagi, belakangan kita juga telah disadarkan bahwa banyak lulusan pendidikan formal tidak memiliki spesifikasi keahlian yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Dihadapkan pada kompleksnya situasi seperti yang dijabarkan diatas, kini banyak lembaga pendidikan non formal berupaya menempatkan diri sebagai alternatif solusi permasalahan diatas. Dengan tawaran sifat aplikatif dan biaya yang relatif lebih murah, banyak lembaga pendidikan non formal terbukti mampu menghasilkan lulusan yang sama kualitasnya bahkan lebih handal dari pada lulusan yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan formal dalam menghadapi persaingan.<br />
Dalam situasi demikian, makna dibalik fenomena bermunculannya lembaga pendidikan non formal sebenarnya lebih ingin memberikan ruang kesadaran baru pada masyarakat, bahwa upaya pendidikan bukan sekedar kegiatan untuk meraih sertifikasi atau legalitas semata. Lebih daripada itu, upaya pendidikan sejatinya merupakan kegiatan penyerapan dan internalisasi ilmu, yang pada akhirnya diharapkan mampu membawa peningkatan taraf kehidupan bagi individu maupun masyarakat dalam berbagai aspek.<br />
<br />
<b><span style="color: #000099;">Pendidikan Nonformal Jalur Pendidikan Yang Kurang Dikenal</span></b>Di dalam berbagai pengarahan, sering kali sang pejabat mengatakan bahwa pembangunan pendidikan berarti membangun sumber daya manusia, dari yang belum terdidik menjadi berpendidikan,yang sudah berpendidikan ditingkatkan kualitas pendidikannya, atau dari yang mempunyai pendidikan umum diarahkan pada pendidikan keahlian atau ketrampilan tertentu untuk mendorong terciptanya kemandirian dalam berusaha.<br />
Pembangunan pendidikan yang seperti ini terasa semakin penting dan mendesak, lebih-lebih bila hal ini dihubungkan dengan era perdagangan bebas. Harapan diatas tidaklah mungkin dapat ditangani sendiri oleh sekolah (pendidikan formal), hal ini dikarenakan belum semua masyarakat berkemampuan memasuki sekolah formal.<br />
Untuk mengatasi kendala ini, pemerintah menyediakan jalur Pendidikan Non Formal (PNF), dimana menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa fungsi PNF adalah mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta mengembangkan sikap dan kepribadian professional. Dengan kata lain Pendidikan Non Formal merupakan sebuah pendidikan alternatif bagi mereka yang terkendala dalam memperoleh pendidikan jalur formal.<br />
Hal ini sesuai dengan tujuan PLS yang ada dalam PP 73 tahun 1991, yaitu membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ketingkat atau jenjang yang lebih tinggi serta memenuhi kebutuhan belajar masyarakt yan tidak dapat dipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.<br />
Masalahnya, sampai saat ini keberadaan Pendidikan Non Formal belum banyak dikenal oleh masyarakat. Mengapa bisa terjadi?. padahal petugas Pendidikan Non Formal itu banyak, ada yang namanya Penilik Pendidikan Non Formal, ada Tenaga Lapangan pendidikan masyarakat, ada Tutor, ada Fasilitator Desa Intensif, ada Pamong Belajar. Ditangannyalah banyak program pendidikan non formal yang harus ditebarkan kepada masyarakat yang masih kesulitan mengakses pendidikan formal.<br />
Dengan dukungan dana yang cukup besar, yang dirupakan dalam berbagai bentuk program, seperti dana program rintisan penyelenggaraan kelompok belajar kesetaraan, rintisan program PAUD, penyelenggaraan Keaksaraan Fungsional.<br />
Ada juga program pasca melek aksara, yaitu program yang bertujuan mempertahankan dan meningkatkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung (Calistung) dengan mendirikan Taman Bacaan Masyarakat. Program mata pencaharian, yaitu program yang diarahkan untuk meningkatkan ketrampilan bekerja secara berkelompok melalui Kelompok Belajar Usaha, juga ada program peningkatan kualitas hidup, yang termasuk di dalamnya adalah penyelenggaraan pendidikan ketrampilan hidup (life skills) yang diutamakan bagi mereka yang masih belum memiliki pekerjaan agar bisa membuka lapangan kerja secara mandiri.<br />
Biasanya lembaga-lembaga yang dijadikan mitra oleh Dinas Pendidikan Non Formal adalah mereka yang telah memiliki akta kelembagaan, rekening bank atas nama lembaga, seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Organisasi sosial kemasyarakatan dan lembaga sejenis yang direkomendasikan oleh Dinas Pendidikan setempat.<br />
Program pendidikan non formal yang begitu banyak itu kiranya perlu lebih disosialisasikan keberadaannya kepada masyarakat yang menjadi sasaran program melalui berbagai media massa. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat dengan memanfaatkan keberadaan kegiatan yang ada di kampung, seperti arisan PKK, posyandu dan majlis taklim. Semua itu perlu dilakukan agar program pendidikan non formal semakin dikenal oleh masyarakat.<br />
Sehingga upaya mensukseskan percepatan wajib belajar dan pemerataan pendidikan melalui pendidikan non formal bisa dilihat dan dirasakan secara signifikan. Inilah tugas berat yang harus dilakukan oleh para penggiat pendidikan non formal dimana pun berada.<br />
<br />
<b><span style="color: #000066;">Pengertian, Tujuan dan Sasaran PNF</span></b>Konsep awal dari PNF ini muncul sekitar akhir tahun 60-an hingga awal tahun 70-an. Philip Coombs dan Manzoor A., P.H. (1985) dalam bukunya The World Crisis In Education mengungkapkan pendidikan itu pada dasarnya dibagi menjadi tiga jenis, yakni Pendidikan Formal (PF), Pendidikan Non Formal (PNF) dan Pendidikan In Formal (PIF). Khusus untuk PNF, Coombs mengartikannya sebagai sebuah kegiatan yang diorganisasikan diluar system persekolahan yang mapan, apakah dilakukan secara terpisahatau bagian terpenting dari kegiatan yang lebih luas dilakukan secara sengaja untuk melayani anak didik tertentu untuk mencapai tujuan belajarnya.<br />
Penjelasan yang sama terdapat pula di UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN), dimana disana dijelaskan bahwa pendidikan diselenggaran di dua jalur, yakni jalur sekolah (pendidikan formal) dan jalur luar sekolah (PNF dan PIF). Dalam perubahan UU tentang SPN yang diperbaharui menjadi UU Nomor 20 Tahun 2003, istilah jalur pendidikan sekolah dan pendidilan luar sekolah berubah menjadi system PF, PNF dan PIF. “Dalam UU ini dijelaskan bahwa PNF adalah jalur pendidikan diluar PF yang dapat dilaksanakan secata terstruktur dan berjenjang. Sedangkan PIF merupakan jalur pendidikan keluarga dan lingkungan,” terang Syukri.<br />
DalamUU Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 26 ayat 1 dijelaskan bahwa PNF diselenggaran bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap PF dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Lebih lanjut dalam ayat 2 dijelaskan PNF berfungsi mengembangkan potensi peserta didik (warga belajar) dengan penekanan pada pengusasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional.<br />
Sementara di ayat 3, disana disebutkan bahwa PNF meliputi pendidikan kecakapan hidup(life skills); pendidikan anak usia dini; pendidikan kepemudaan; pendidikan pemberdayaan perempuan; pendidikan keaksaraan; pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja; pendidikan kesetaraan; serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.<br />
Ditilik dari satuan pendidikannya, pelaksanaan PNF terdiri dari kursus; lembaga pelatihan; kelompok belajar; Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM); majelis taklim; serta satuan pendidikan yang sejenis (pasal 26 ayat 4). Disamping itu, dalam pasal 26 ayat 5, disana dijelaskan bahwa kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hasil pendidikan keaksaraan dapat dihargai setara dengan hasil program PF setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemda dengan mengacu pada SPN (pasal 26 ayat 6).<br />
Sasaran dan Karakteristik PNF Sasaran PNF dapat ditinjau dari beberapa segi, yakni pelayanan, sasaran khusus, pranata system pengajaran dan pelembagaan program. Titilik dari segi pelayanan, sasaran PNF adalah melayani anak usia sekolah (0-6 tahun), anak usia sekolah dasar (7-12 tahun), anak usia pendidikan menengah (13-18 tahun), anak usia perguruan tinggi (19-24 tahun). Ditinjau dari segi sasaran khusus, PNF mendidik anak terlantar, anak yatim piatu, korban narkoba, perempuan penghibur, anak cacat mentau maupun cacat tubuh.<br />
Dari segi pranata, penyelenggaraan kegiatan pembelajaran dilakukan dilingkungan keluarga, pendidikan perluasan wawasan desa dan pendidikan keterampilan.<br />
Di segi layanan masyarakat, sasaran PNF antara lain membantu masyarakat melalui program PKK, KB, perawatan bayi, peningkatan gizi keluarga, pengetahuan rumah tangga dan penjagaan lingkungan sehat. Dilihat dari segi pengajaran, sasaran PNF sebagai penyelenggara dan pelaksana program kelompok, organisasi dan lembaga pendidikan, program kesenian tradisional ataupun kesenian modern lainnya yaitu menjadi fasilitator bahkan turut serta dalam program keagamaan, seperti mengisi pengajaran di majelis taklim, di pondok pesantren, dan bahkan di beberapa tempat kursus.sedangakn sasaran PNF ditinjau dari segi pelembagaan, yakni kemitraan arau bermitra dengan berbagai pihak penyelenggara program pemberdayaan masyarakat berkoordinasi dengan desa atau pelaksana program pembangunan.<br />
Bagaimana dengan karakteristik PNF? Secara khusus PNF memiliki spesifikasi yang ‘unik’ dibanding pendidikan sekolah, terutama dari berbagai aspek yang dicakupinya. Ini terlihat dari tujuan PNF, yakni memenuhi kebutuhan belajar tertentu yang fungsional bagi kehidupan masa kini dan masa depan, dimana dalam pelaksanananya tidak terlalu menekankan pada ijazah. Dalam waktu pelaksanannya, PNF terbilang relative singkat, menekankan pada kebutuhan di masa sekarang dan masa yang akan dating serta tidak penuh dalam menggunakan waktu alias tidak terus menerus.<br />
Isi dari program PNF ini berpedolam pada kurikulum pusat pada kepentingan peserta didik (warga belajar), mengutamakan aplikasi dimana menekanannya terletak pada keterampilan yang bernilai guna bagi kehidupan peserta didik dan lingkungannya. Soal persyaratan masuk PNF, hal itu ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan bersama antara sesama peserta didik. Proses belajar mengajar dalam PNF pun relative lebih fleksibel, artinya diselenggarakan di lingkungan masyarakat dan keluarga.<br />
<br />
<b><span style="color: #000066;">Pendidikan Luar Sekolah sebagai Sebuah Alternatif</span></b>Kita menyadari bahwa SDM kita masih rendah, dan tentunya kita masih punya satu sikap yakni optimis untuk dapat mengangkat SDM tersebut. Salah satu pilar yang tidak mungkin terabaikan adalah melalui pendidikan non formal atau lebih dikenal dengan pendidikan luar sekolah (PLS).<br />
Seperti kita ketahui, bahwa rendahnya SDM kita tidak terlepas dari rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, terutama pada usia sekolah. Rendahnya kualitas SDM tersebut disebabkan oleh banyak hal, misalnya ketidakmampuan anak usia sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sebagai akibat dari kemiskinan yang melilit kehidupan keluarga, atau bisa saja disebabkan oleh oleh angka putus sekolah, hal yang sama disebabkan oleh factor ekonomi<br />
Oleh sebab itu, perlu menjadi perhatian pemerintah melalui semangat otonomi daerah adalah mengerakan program pendidikan non formal tersebut, karena UU Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional secara lugas dan tegas menyebutkan bahwa pendidikan non formal akan terus ditumbuhkembangkan dalam kerangka mewujudkan pendidikan berbasis masyarakat, dan pemerintah ikut bertanggungjawab kelangsungan pendidikan non formal sebagai upaya untuk menuntaskan wajib belajar 9 tahun.<br />
Dalam kerangka perluasan dan pemerataan PLS, secara bertahap dan bergukir akan terus ditingkatkan jangkauan pelayanan serta peran serta masyarakat dan pemerintah daerah untuk menggali dan memanfaatkan seluruh potensi masyarakat untuk mendukung penyelenggaraan PLS, maka Rencana Strategis baik untuk tingkat propinsi maupun kabupaten kota, adalah :<br />
Perluasan pemerataan dan jangkauan pendidikan anak usia dini;<br />
Peningkatan pemerataan, jangkauan dan kualitas pelayanan Kejar Paket A setara SD dan B setara SLTP;<br />
Penuntasan buta aksara melalui program Keaksaraan Fungsional;<br />
Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan perempuan (PKUP), Program Pendidikan Orang tua (Parenting);<br />
Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan melalui program pembinaan kursus, kelompok belajar usaha, magang, beasiswa/kursus; dan<br />
Memperkuat dan memandirikan PKBM yang telah melembaga saat ini di berbagai daerah di Kepulauan Bangka Belitung<br />
Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, maka program PLS lebih berorientasi pada kebutuhan pasar, tanpa mengesampingkan aspek akademis. Oleh sebab itu Program PLS mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, profesionalitas, produktivitas, dan daya saing dalam merebut peluang pasar dan peluang usaha, maka yang perlu disusun Rencana strategis adalah :<br />
Meningkatkan mutu tenaga kependidikan PLS;<br />
Meningkatkan mutu sarana dan prasarana dapat memperluas pelayanan PLS, dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil;<br />
Meningkatkan pelaksanaan program kendali mutu melalui penetapan standard kompetensi, standard kurikulum untuk kursus;<br />
Meningkatkan kemitraan dengan pihak berkepentingan (stakholder) seperti Dudi, asosiasi profesi, lembaga diklat; serta<br />
Melaksanakan penelitian kesesuain program PLS dengan kebutuhan masyarakat dan pasar. Demikian pula kaitan dengan peningkatan kualitas manajemen pendidikan.<br />
Strategi PLS dalam rangka era otonomi daerah, maka rencana strategi yang dilakukan adalah :<br />
Meningkatkan peranserta masyarakat dan pemerintah daerah;<br />
Pembinaan kelembagaan PLS;<br />
Pemanfaatan/pemberdayaan sumber-sumber potensi masyarakat;<br />
Mengembangkan sistem komunikasi dan informasi di bidang PLS;<br />
Meningkatkan fasilitas di bidang PLS<br />
Semangat Otonomi Daerah PLS memusatkan perhatiannya pada usaha pembelajaran di bidang keterampilan lokal, baik secara sendiri maupun terintegrasi. Diharapkan mereka mampu mengoptimalkan apa yang sudah mereka miliki, sehingga dapat bekerja lebih produktif dan efisien, selanjutnya tidak menutup kemungkinan mereka dapat membuka peluang kerja.<br />
Pendidikan Luar Sekolah menggunakan pembelajaran bermakna, artinya lebih berorientasi dengan pasar, dan hasil pembelajaran dapat dirasakan langsung manfaatnya, baik oleh masyarakat maupun peserta didik itu sendiri.<br />
Di dalam pengembangan Pendidikan Luar Sekolah, yang perlu menjadi perhatian bahwa, dalam usaha memberdayakan masyarakat kiranya dapat membaca dan merebut peluang dari otonomi daerah, pendidikan luar sekolah pada era otonomi daerah sebenarnya diberi kesempatan untuk berbuat, karena mustahil peningkatan dan pemberdayaan masyarakat menjadi beban pendidikan formal saja, akan tetapi pendidikan formal juga memiliki tanggungjawab yang sama.<br />
Oleh sebab itu sasaran Pendidikan Luar Sekolah lebih memusatkan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan berkelanjutan, dan perempuan. Selanjutnya Pendidikan Luar Sekolah harus mampu membentuk SDM berdaya saing tinggi, dan sangat ditentukan oleh SDM muda (dini), dan tepatlah Pendidikan Luar sekolah sebagai alternative di dalam peningkatan SDM ke depan.<br />
PLS menjadi tanggungjawab masyarakat dan pemerintah sejalan dengan Pendidikan Berbasis Masyarakat, penyelenggaraan PLS lebih memberdayakan masyarakat sebagai perencana, pelaksanaan serta pengendali, PLS perlu mempertahankan falsafah lebih baik mendengar dari pada didengar, Pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota secara terus menerus memberi perhatian terhadap PLS sebagai upaya peningkatan SDM, dan PLS sebagai salah satu solusi terhadap permasalahan masyarakat, terutama anak usia sekolah yang tidak mampu melanjutkan pendidikan, dan anak usia putus sekolah.<br />
Perlunya Life Skill dan Semangat Entrepreneur<br />
Salah satu solusi agar materi yang diberikan tidak terlalu membebani peserta didik adalah dengan menitipkan pesan “setiap materi mampu memberikan pelajaran life skill” kepada peserta didiknya dengan alokasi waktu yang relatif cukup dalam proses pembelajaran. Salah satu pertanyaan yang dapat diajukan lebih lanjut adalah sejauh mana materi tersebut berisi aspek life skill dan sejauh mana life skill yang dimaksudkan memang mampu untuk menyiapkan peserta didik untuk memasuki dunia kerja?<br />
Apakah benar bila, misalnya, seorang mahasiswa yang kuliah di matematika setelah lulus dapat langsung bekerja sesuai dengan profesinya sebagai matematikawan? Apakah mahasiswa yang kuliah di jurusan pertanian juga dapat langsung mengolah lahan pertanian secara profesional ketika sudah lulus. Begitu pula dengan jurusan lainnya. Pada kenyataannya, justru begitu banyak orang yang sesungguhnya sangat sukses ketika masih di bangku kuliah, memperoleh IP (Indeks Prestasi) yang memuaskan, tetapi ia gagap ketika terjun langsung di masyarakat.. Kepandaian dan ketrampilannya solah-olah terbuang dan kurang memiliki nilai positif untuk dirinya. Ternyata persoalannya bukan semata-mata pada ada atau tidaknya life skill dalam pembelajaran. Persoalan utama justru pada sikap kewirausahaan (enterpreneurship) yang perlu ditumbuhkan pada setiap peserta didik.<br />
Dengan demikian jelaslah sekarang bahwa amat diperlukan pendidikan yang sengaja dirancang untuk membekali peserta didik dengan ketrampilan hidup (life skill), yang secara integratif memadukan potensi generik dan spesifik guna memecahkan dan mengatasi problematika kehidupan. Pendidikan harus dikembalikan pada prinsip dasarnya, yaitu sebagai upaya untuk memanusiakan manusia (humanisasi). Karena itu, pendidikan harus dapat membekali peserta didik, selain dengan kemampuan belajar (learning how to learn), juga kemampuan melepaskan diri dari kebiasaan yang kurang baik (learning how to un learn), seperti menghilangkan pola pikir yang tidak tepat, atau perilaku yang mengganggu, baik orang lain maupun masyarakat pada umumnya. Pendidikan harus dapat pula menyadarkan peserta didik mengenali dan mensyukuri potensi dirinya, kemudian dapat mengembangkan dan mengamalkannya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk masyarakat, bangsa, dan negara. Kepercayaan diri dan kemandirian juga sangat perlu ditanamkan dan dibiasakan, agar mereka berani menghadapi problema kehidupan serta mampu memecahkannya secara kreatif, untuk memperoleh hasil yang bermakna bagi hidup dan kehidupannya, yang akan berpengaruh pada peningkatan daya saingnya. (Wahidmurni, 2004:8).<br />
<br />
<b><span style="color: #000066;">Pendidikan Nonformal Adalah Sebagai Pendidikan Yang Amat Dinamis Dengan Waktunya Yang Fleksibel</span></b>Pendidikan non formal suatu paradigma di dalam memajukan anak bangsa khususnya mereka yang tidak ditempa dalam pendidikan formal. Seharusnya pendidikan nonformal menjadi pendidikan alternatif bahkan lebih dari pendidikan formal. Namun seyogyanya salah satu yang ada dalam pikiran bagaimana kita untuk kedepan mungkin pendidikan nonformal dapat lebih menggunakan keuntungan dari pendidikan nonformal adalah sebagai pendidikan yang amat dinamis dan waktunya fleksibel. Sehingga kedepan dapat diketemukan cara untuk sebuah sistem pembelajaran yang bersifat dinamis dan berkualitas dengan menggunakan keuntungan yang ada dan didapat itu memiliki arti luas.<br />
Menurut saya pendidikan formal itu jangan menjadikan kita terbelenggu dengan kurikulum yang ada, padahal begitu banyak hal yang harus dipelajari, hanya membuat kita berpikir terkotak-kotak dengan sajian yang ada untuk pembelajaran sehingga kita kesulitan untuk berpikir bebas inovatif maupun berfikir logis dan kreatif; sebaiknya jangan ada anggapan lebih kepada mengejar ijazah bukan kepada kemampuan, baik itu kemampuan kognitif, afektif dan psikomorik; sehingga menjadikan pola pikir kita menjadi kaku, lebih cenderung tidak ada keberanian untuk mendobrak apa yang telah ada atau yang telah berjalan, Mudah-mudahan pendidikan nonformal betul-betul dapat menggantikan pendidikan formal yang diharapkan ada daya persaingan yang harmonis diantara ke dua bentuk pendidikan yang sudah diatur dalam Undang-undang nomor 20 tahun 1989.<br />
Kita juga berharap, sebaiknya Pendidikan Nonformal setiap programnya diarahkan untuk peningkatan keterampilan kerja mandiri, jadi disetiap lembaganya perlu adanya semacam unit pengembangan usaha dan permodalan, agar mereka yang kebetulan telah meraih pendidikan di lembaga tersebut betul-betul dapat menguasai ilmunya dan juga menguasai cara pengolahannya sehingga laku dijual, apalagi di era otonomi ini mestinya tidak terlalu sulit untuk melaksanakan program tersebut.<br />
Tentunya sangat tergantung kepada Pemimpin Daerahnya dan yang lebih baik lagi ada payung hukumnya, sehingga tidak menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku. Alangkah sangat bijak lagi apabila, instansi terkait di daerah saling mendukung yaitu melaksanakan kegiatan produktif dalam satu atap atau mekanisme tertentu, sehingga peserta didik pendidikan nonformal setelah lulus betul-betul mampu dapat bersaing baik dari segi kualitas ilmu, maupun segi hasil kualitas produksinya.<br />
Kalau kita lihat dengan mata yang jelas dan keterharuan pada sebuah pendidikan merupakan yang paling menarik secara pasti adalah pendidikan nonformal, karena lembaga ini setelah di pahami dan disebut dengan barang langka masih banyak orang yang belum mengenalnya bahkan ada yang ikut suatu jenjang pendidikan di dengan klasifikasi kesarjanaan S1.<br />
Sementara pendidikan nonformal adalah merupakan sebuah pendidikan yang sulit dan banyak liku-likunya tidak semudah formal yang hanya dapat di lakukan secara tatap muka yang berada di kelasnya.Nah kalau semua ini dapat diterima dan di jabarkan oleh para penentu kebijakan maka pendidikan nonformal itu sudah banyak tenaganya. ini akan menjadi sebuah wacana yang akan pasti lebih berpikir arif dan bijaksana andaikan ini tentunya tidak terlepas dari sebuah pengabdian. .<br />
Kalau semua ini untuk meningkatkan mutu PTK-PNF mari kita ajak para stakeholder itu untuk dapat mengabdi kepada pendidikan nonformal jadi ketuntasan wajib belajar 9 tahun. Tentunya kita ketahui bersama banyak Program-program pelatihan atau orientasi bagi PTK-PNF besar manfaatnya, oleh karena itu program tersebut harus benar-benar direalisasikan baik di dalam negeri maupun program keluar negeri.<br />
Selain adanya sarana dan prasarana, hal yang terpenting lainnya adalah cara menggunakan sarana dan prasarana tersebut dengan efektif. Oleh sebab itu, maka pembuatan rencana program sosialisasi dengan menggunakan berbagai media yang ada agar betul-betul direncanakan dengan sebaik-baiknya. Baik dari sisi minat pada masyarakat maupun pandai menangkap isu yang berkembang pada masyarakat, khususnya tentang pendidikan nonformal.<br />
Terakhir untuk mendapatkan SDM yang baik, maka perlu diadakan diklat yang berkesinambungan dan sasaran yang tetap sehingga hasil yang diperoleh benar-benar dapat terserap dengan baik dan dapat direalisasikan di SKB masing-masing. Khususnya program ICT, kendala utama yang dihadapi selama ini adalah tidak adanya tenaga staf maupun pamong belajar yang memang adalah ahli komputer. Jadi jalan terbaiknya adalah dengan diklat yang berkesinambungan dan sasaran yang tetap.<br />
Barangkali inilah yang menjadi pemikiran bersama, kita berharap dengan respon dan dukungan yang diberikan oleh pemerintah kita khususnya Dit PTK-PNF diharapkan untuk wajar 2009 tuntas melalui program-program unggulan yang jitu dalam membebaskan Indonesia dari buta aksara, yang jelas sesuai dengan tupoksi pendidikan non formal sebagai pendidikan yang dinamis dengan waktu yang fleksibel. what next?</div></div>KUMPULAN TULISANhttp://www.blogger.com/profile/07146712776383415902noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1462003235537713935.post-18044006773965644292011-05-01T23:46:00.000-07:002011-05-03T21:02:30.161-07:00Tiga Macam Gaya Hidup<div align="center">“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kalian dan sekali-kali janganlah syetan yang pandai menipu, memperdayakan kalian tentang Allah.” (Fathir:5)</div><b>Makna Gaya Hidup</b><br />
Gaya hidup boleh kita artikan, pola tingkah laku sehari-hari yang patut dijalankan oleh suatu kelompok sosial di tengah masyarakat, sesuai tuntunan agama. Seperti melakukan kebiasaan yang baik untuk menciptakan hidup sehat setiap hari, sebaliknya menghindari kebiasaan buruk yang berpotensi mengganggu kesehatan.<br />
<span id="more-18"></span>Dewasa ini bangsa kita menghadapi persoalan serius dalam masalah gaya hidup, hingga ada pameo; selagi muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk sorga. Imbas dari terbukanya jalur transportasi, komunikasi dan informasi membuat sebagian masyarakat kita terjebak dalam pola hidup instan. Lidahnya, cicipan dan penampilannya seperti bukan dirinya yang dulu, yang sederhana dan tampil apa adanya.<br />
<br />
<b>Rupa-rupa Gaya Hidup </b><br />
Gaya hidup banyak dipengaruhi oleh cara pandang kehidupan seseorang baik terhadap pedoman hidup, tujuan hidup, dasar hidup, kawan dan lawan hidup. Gaya hidup juga dipengaruhi oleh kemajuan infrastruktur dan fasilitas modern yang dimiliki, di samping tentunya latarbelakang agama, pendidikan, etnis dan lingkungan tempat ia tinggal.<br />
Secara khusus gaya hidup dipengaruhi oleh tingkat keimanan seseorang terhadap yaumul akhir. Kesimpulan ini terangkum dalam firman Allah: <i>“Bahkan manusia itu hendak berbuat maksiat terus-menerus. la bertanya: Bilakah hari kiamat itu datang?”</i> (al-Qiyamah: 5-6)<br />
<br />
<a name='more'></a>Dengan iman terhadap yaumul akhir, manusia menjadi takut berbuat yang menyalahi aturan hidup Islami. Sebaliknya dia akan pandai berhitung atau menghisab diri dengan amal dan muhasabah. Dia akan selalu semangat mengejar karunia, pahala kebaikan serta janji penghapusan dosa dari Allah s.w.t. (al-Ghasyiyah:25-26)<br />
<br />
<b>TIGA GAYA HIDUP</b><br />
Al-Qur’an membagi gaya hidup manusia berdasarkan agama yang ia anut menjadi 3 (tiga) bagian utama, yaitu:<br />
<br />
<b>1. Gaya hidup musyrikin</b><br />
Ciri-cirinya: Dalam pandangan kaum musyirikin, hidup ini sebatas di dunia fana ini saja, tak ada kehidupan setelah mati (al-An’am:29,32, al-’Ankabut:64). Karena itu, golongan ini bercita-cita sedapat mungkin untuk bisa hidup di dunia ini seribu tahun lagi (al-Baqarah:96). Mereka berkeyakinan, bahwa tidak ada balasan siksa (neraka) maupun pahala (sorga). Allah berfirman: <i>“Dan tentu mereka akan mengatakan (pula): “Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan”</i>. (Qs.6:29). Akibatnya, mereka memandang hidup ini, tidak lebih dari permainan dan senda-gurau (la’ibun wa lahwun). <i>“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”</i> (Ali Imran: 185).<br />
Gaya hidup seperti ini, mengarah pada pola pragmatis, yaitu melihat kehidupan dengan kacamata ada tidaknya manfaat bendawi dalam semua hal, termasuk dalam hal pertemanan. Orang yang berpandangan pragmatis cenderung materialistik dan permisivisme (menghalalkan segala cara). Norma-norma susila, hukum dan agama ditepiskannya. Halal-haram ia langgar, yang penting baginya, tujuan dan kepentingan dunia tercapai. Gaya hidup seperti ini, lama-kelamaan berpotensi melahirkan sekularisme dan komunisme. Di mana fungsi agama menjadi mandul bahkan menganggapnya sebagai musuh kemajuan. “<i>majulah bersama dunia, tinggalkan agama</i>,” begitu ideologi yang muncul dari pola hidup pragmatis<br />
Gaya hidup seperti ini dikoreksi oleh Alllah s.w.t lewat firman-Nya, seperti dalam kutipan ayat di atas.<br />
<br />
<b>2. Gaya hidup ahlul kitab</b><br />
Ketika Rasulullah diutus, secara umum gaya hidup ummat manusia dibagi dua; ada yang mengikuti pola ahlul kitab, yaitu Yahudi dan Nashrani; dan ada yang mengikuti pola Zanadiqah yaitu agama yang tidak puny a basis kitab suci, mereka terdiri ahlul ilhad (pengingkar), ahlu dhalal (golongan sesat) dan ahlul jahl (bodoh terhadap Tuhan). Adapun gaya hidup Ahlul kitab antara lain dapat disimak dalam surat at-Takatsur, yaitu gaya hidup hedonistis (Yahudi) dan materialistis (orang Arab) di zamannya.<br />
<ul><li> <i>Pola hidup Quraisy</i><br />
Ibnu Abbas, Muqatil dan al-Kalbi meriwayatkan: B ani Abdi Manaf dan Bani Sahm, keduanya punya kebiasaan tidak baik di tengah kaum muslimin, karena suka pamer kehormatan dan keglamouran. “Apa yang kalian punya, pada kami juga ada bahkan lebih banyak dari yang kalian punya.” Simbol kehormatan sosial mereka adalah kekayaan, keberanian dan ketangkasan mengalahkan lawan. Ayat ini adalah sebagai jawaban balik atas sikap mereka.</li>
<li><i>Gaya hidup Yahudi</i><br />
Muqatil dan Qatadah (mufassir Tabi’in), juga mufasir lain melaporkan: surat at-Takatsur turun menyangkut gaya hidup mewah Yahudi, mereka mengatakan: “Kekayaan kami lebih banyak dari suku manapun. Komunitas kami, juga lebih banyak dari kalian. Gaya hidup demikian, sampai membuat mereka lupa daratan, hingga pada umumnya mereka hidup dan mati dalam keadaan sesat.”</li>
<li><i>Pola hidup Munafikin<br />
</i>Ibnu Abi Hatim dari Abu Sa’id al-Asyji dari Abu Usamah dari Shalih bin Hayyan dari Ibnu Buraidah, ia berkata: Ayat ini turun sebagai counter terhadap kemewahan dan kebanggaan antara mereka. Satu dengan yang lain membanggakan jago-jagonya. “Adakah di antara kalian yang setara dengan status sosial Fulan bin Fulan.” Keduanya tidak ada hentinya membanggakan prestasi etnis dan harta kekayaan kawanny a yang masih hidup (menjabat), sampai pergi kekuburan. Dan beralihlah kebanggaan dari yang hidup kepada yang mati.”</li>
</ul>Dapat disimpulkan bahwa: bahwa gaya hidup glamour dan pamer kemewahan seperti diuraikan di atas; bagi orang kafir adalah sebagai “<i>istidrdj</i>” yaitu menjerumuskan mereka dengan berangsur-angsur kepada kerugian, walaupun dari penampilan luar, mereka beruntung. Sedang bagi orang-orang mukmin kenikmatan hidup ini merupakan “fitnah” yaitu cobaan, apakah ia mampu dan sanggup menggunakan dan memanfaatkannya kepada hal-hal yang diridhai Allah swt. atau tidak?<br />
<br />
<b>3. Gaya hidup Islami</b><br />
Antara lain dapatdisiniakdalamfirmanAllah: “<i>Dan carilah pada apayang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, danjanganlah kamu melupakan bagianmu dari (keni’matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, danjanganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.</i>”(al-Qashash:77)<br />
Ada tiga kesimpulan utama yang bisa ditarik dari ayat ini:<br />
<ul><li><i>pertama</i>, pola keseimbangan dalam hidup (dunia-akhirat)</li>
<li>kedua, pola hidup tetap Ihsan</li>
<li>ketiga, pola hidup tidak merusak</li>
</ul>Pada ayat sebelumnya Allah s.w.t menerangkan empat macam nasihat dan petunjuk yang ditujukan kepada Qarun sebagai gambaran gaya hidup materialisme dan hedonisme. Barangsiapa mengamalkan nasihat dan petunjuk itu, niscaya akan memperoleh kesejahteraan di dunia dan di akhirat kelak, yaitu :<br />
<ol><li>asas pemanfaatan harta,</li>
<li>asas kesederhanaan dan pola hidup bersahaja</li>
<li>hidup dengan amal jama’I</li>
<li>saling mencegah dari pola hidup merusak.</li>
</ol><b>Gaya Hidup Dalam Bahasa Kesehatan</b><br />
Di atas sudah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan gaya hidup sehat adalah “<i>segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.</i>” (Hasil Konferensi Nasional Promosi Kesehatan 2003)<br />
Secara umum gaya hidup sehat ialah pola hidup berdasarkan aturan;baik aturan agama (wahyu), aturan negara (hukum) dan aturan kesehatan (lingkungan). Dari sini makin terasa, bahwa sehat adalah kebutuhan dasar yang harus diperjuangkan<br />
Setidaknya ada 3 (tiga) gaya hidup sehat menurut pilar Visi “Indonesia Sehat” yaitu:<br />
<ol><li> tidak merokok dan madat</li>
<li>beraktivitas fisik secara cukup, dan</li>
<li>mengkonsumsi makanan bergizi.</li>
</ol>Dengan 3 pilar ini ungkap sebuah penelitian, penyakit tekanan darah tinggi dapat berkurang 55%; stroke & jantung koroner dapat berkurang 75%; diabetes dapat berkurang 50%; tumor dapat berkurang 35%, usia rata-rata dapat diperpanjang 10 tahun ke atas dari rata-rata usia harapan hidup manusia Indonesia. Semua ini diraih tanpa mengeluarkan uang sesen pun! jadi gaya hidup sehat sangat mudah, tapi efeknya luar biasa.<br />
<br />
<b>Manfaat Ukhrawi Gaya Hidup Sehat</b><br />
<ol><li>Dapat melakukan serang-kaian ibadah ‘ammah maupun khasshah secara sempurna (ada’an) termasuk dapat bersilaturahim dan menjalin persahabatan dengan orang lain. Rasulullah s.a.w bersabda: Dari Jabir ia berkata: Rasulullah s.a.w pernah menjenguk sahabat yang sakit. Nabi melihat orang itu shalat dengan duduk di atas bantal. Beliau membuang bantal itu, sambil bersabda: “Shalatlah di tanah, jika mampu. Bila tidak, kerjakan dengan isyarat. Jadikanlah sujudmu lebih rendah dari rukukmu.” (HR. Baihaqi dalam as-Sunan (2/306), disahihkan oleh Imam Abu Hatim).</li>
<li>Bisa bekerja mencari nafkah dengan baik, sesuai bunyi do’a setelah makan. “Dari Abi Umamah bahwasanya Nabi SAW adalah apabila telah selesai dari makannya atau makanan diangkat dari meja makan beliau berdo’a yang artinya: “<i>Segala puji bagi Allah yang telah mencukupi kami dan memberi minum kami, yang memberi makan bukan yang diberi makan dan bukan diingkari nikmatnya.</i>” Terkadang<br />
Nabi mengucapkan: “<i>segala puji bagi Allah Tuhan Kami yang senantiasa mencukupi, tidak meninggalkan kami dan selalu mencukupi kebutuhan kami, duhai Tuhan kami.</i>” (HR. Bukhari (II 106no.:5142-5143), al-Hakim (I/203/ 2003)) Ahmad (Musnad Syamiyin, Juz IV)</li>
<li>Kesehatan itu adalah mahkota bagi kehidupan manusia yang harus dilestarikan. Melepaskan mahkota kesehatan berarti menjerumuskan hidupnya pada kehancuran.</li>
</ol>Kecuali itu, Kesehatan termasuk bagian pokok dari sumber kebahagiaan manusia:<br />
Hamid Allaffaf berkata: “Kami telah mencari empat macam hal pada empat tempat, tapi kami keliru jalan, ternyata kami temukan ke empat macam hal itu pada empat tempat yang lain:<br />
<ol><li>Kami telah berusaha menjadi orang kaya dengan cara mengumpulkan harta, ternyata kekayaan itu kami dapati di dalam hati yang mencukupkan dengan apa yang ada (qana ‘ah);</li>
<li>Kami telah berusaha mencari suasana senang dan santai dengan memiliki banyak fasilitas, tapi ternyata perasaan santai itu justru kami dapati setelah kami tidak memiliki apa-apa;</li>
<li>Kami telah berusaha mencari kenikmatan dengan memakan makanan-makanan yang enak-enak, tapi ternyata kenikmatan itu ada pada badan yang sehat;</li>
<li>Kami telah mengejar uang (rizqi) di muka bund, ternyata rezeki itu kudapati ada di langit.(lmam Ibnu Hajar al-Asqalani, al-Isti’dadLi Yaum al-Ma’ad, Bab: Ruba’iy. Get. Maktab al-Islami, tth.hal. 49)).</li>
</ol><i>Sumber : Buletin Dakwah No. 04 Thn.XXXV Jum’at ke-4 25 Januari 2008 </i><br />
<a href="http://www.linkwithin.com/"><br />
</a>KUMPULAN TULISANhttp://www.blogger.com/profile/07146712776383415902noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1462003235537713935.post-64954956335457735332011-04-17T23:56:00.000-07:002011-05-03T21:02:43.227-07:00Makalah MSI<h3 class="post-title entry-title" style="text-align: justify;"><br />
</h3><div></div><div class="post-header" style="text-align: justify;"></div><div style="text-align: justify;">BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
A. Latar Belakang <br />
Islam merupakan agama yang sangat komplek. Sehingga dalam memahaminya pun dibutuhkan cara yang tepat agar dapat tercapai suatu pemahaman yang utuh tentang Islam. Di Indonesia sejak Islam masuk pertama kali sampai saat ini telah timbul berbagai macam pemahaman yang berbeda mengenai Islam. Sehingga dibutuhkanlah penguasaan tentang cara-cara yang digunakan dalam memahami Islam.<br />
<br />
Maka, dalam makalah ini penulis akan mencoba membahas mengenai metodologi serta beberapa hal yang berkaitan untuk memahami Isalam di Indonesia.<br />
<br />
B. Rumusan Pembahasan<br />
Dari latar belakang tersebut, penulis merumuskan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:<br />
1. Apakah Metodologi ?<br />
2. Kegunaan mempelajarinya ?<br />
3. Metode Studi Islam ?<br />
<br />
<a name='more'></a>4. Hubungan Metodologi Study Islam dengan Ilmu-ilmu lainnya ?<br />
<br />
<b>BAB II</b><br />
<b>METODOLOGI</b><br />
<b>A. Pengertian Metodologi</b><br />
<br />
Metodologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu metodos berarti “cara atau jalan” dan logos yang berarti ilmu. Dari kedua suku kata itu, metodologi berarti ilmu tentang jalan atau cara, untuk memudahkan pemahaman tentang Metodologi, terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian Metode. Metode Study Islam dapat di definisikan sebagai urutan kerja yang sistematis, terencana, dan merupakan hasil eksperimen ilmiah guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Lalu, yang dimaksud metodologi sendiri berarti ilmu tentang cara-cara yang digunakan manusia untuk sampai pada tujuannya. Metodologi adalah cara-cara yang digunakan manusia untuk mencapai pengetahuan tentang realita atau kebenaran. Metodologi disebut pula sebagai science of methods yaitu ilmu yang membicarakan cara, jalan, atau petunjuk praktis dalam penelitian, sehingga metodologi membahas konsep teoritik berbagai metode, yang pada intinya metode studi Islam mengarah pada cara pandang manusian untuk melihat islam dari berbagai aspek.<br />
<br />
<b>B. Studi Islam</b><br />
Masih terdapat perdebatan di kalangan para ahli apakah studi islam dapat dimasukkan kedalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat-sifat dan karakteristik antara ilmu pengetahuan dan agama berbeda. Pembahasan disekitar masalah ini banyak dikemukakan oleh para pemikir Islam belakangan ini, misalnya jika penyelenggaraan dan penyampaian studi Islam hanya mendengarkan dakwah keagamaan di dalam kelas lalu apa bedanya dengan kegiatan pengajian dan dakwah yang sudah ramai deselenggarakan di luar bangku kuliah? Sehingga, pangkal tolak kesulitan pengembangan wilayah kajian studi Islam berakar pada kesukaran seorang agamawan untuk membedakan anatar yang normativitas dan historisitas. Pada dataran normativitas kelihatan Islam kurang pas untuk dikatakan sebagai disiplin ilmu, sedangkan untuk dataran historisitas tampaknya tidaklah salah. Dengan demikian secara sederhana dapat dikatakan bahwa dari segi normative sebagaimana yang terdapat di dalam Al-Qur'an dan Hadist, maka Islam lebih merupakan agama yang tidak dapat diberlakukan kepadanya, padigma ilmu pengetahuan, yaitu pradigma analitis, kritis, metodologis, histories, dan empiris. Sebagai agama, Islam lebih bersifat memihak, apologi, dan subjektif, sedangkan jika dilihat dari segi histories, yakni Islam dalam arti yang dipraktikkan oleh manusia serta tumbuh dan berkembang dalam sejarah kehidupan manusia, maka Islam dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu, yakni ilmu keislaman atau Islamic Studies.<br />
<br />
Perbedaan dalam melihat Islam yang demikian itu dapat menimbulkan perbedaan dalam menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat dari sudut normative, Islam merupakan agama yang di dalamnya berisi ajaran Tuhan dengan urusan akidah dan muamalah sedangkan ketika Islam dilihat dri sudut histories atau sebagaimana yang tampak dalam Islam tampila sebagai sebuah disiplin ilmu ( Islamic studies )<br />
<br />
Studi Islam sangat penting karena sangat berperan dalam masyarakat. Studi Islam bertujuan untuk mengubah pemahaman dan penghayatan ke Islaman mayarakat inter dan antar agama. Adapun perubahan yang diharapkan adalah formalisme kepahaman menjadi sebuah substantive keagamaan dan sikap enklusifisme menjadi sikap universalisme.<br />
Secara garis besar, tujuan studi Islam adalah mempelajari secara mendalam tentang hakikat Islam, sebagaimana posisinya dengan agama lain, dan bagaimana hubungannya dengan dinamika perkembangan yang terus berlangsung.<br />
<br />
Agama Islam diturunkan oleh Allah SWT SWT dengan temuan untuk membimbing, mengarahkan, dan menyempurnakan pertumbuhan dan perkembangan agama-agama dan budaya umat manusia. Agama-agama dan budaya yang pada awalnya hanyaberdasarkan kepada daya nalar dan tidak sedikit yang mengarah pada penyimpangan, diarahkan oleh Islam menjadi agama monoteisme yang benar. Namun bukan berarti agama Islam tidak sesuai dengan akal budi. Justru dalam memberikan kesempatan secara luas kepada manusia untuk mendayagunakan akal budinya secara maksimal, namun jangan sampai penggunaannya melampaui batas dan keluar dari rambu-rambu Allah SWT.<br />
<br />
Studi Islam mempelajari secara mendalam terhadap sumber dasar ajaran agama Islam yang tetap abadi dan dinamis serta aktualisasinya sepanjang sejarah. Studi ini berdasar kepada asumsi bahwa agama Islam adalah agama samawi terakhir yang membawa ajaran yang bersifat final, dan mampu memecahkan persoalan kehidupan manusia, menjawab tantangan, dan senantiasa actual sepanjang masa. Namun demikian, aktualitas ajaran ini sering harus berhadapan dengan beraneka ragam permasalahan dan tantangan yang tidak kecil dan ringan. Pada kondisi semacam ini, studi Islam berusahan untuk memberikan kontribusinya dalam menjawab aneka persoalan dan tantangan yang ada.<br />
<br />
Studi Islam mempelajari secara mendalam terhadap pokok isi ajaran Islam yang asli, dan bagaimana operasionalisasi dalam pertumbuhan budaya dan peradaban Islam sepanjang sejarah.<br />
<br />
Studi Islam mempelajari secara mendalam terhadap prinsip-prinsip dan nilai-nilai dasar ajaran Islam dan bagaimana perwujudannya dalam membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan budaya dan peradaban manusia pada zaman modern ini.<br />
<br />
<b>C. Metode Memahami Islam</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Studi Islam tidak dapat dilakukan apabila Islam tidak dipahami secara menyeluruh. Memahami Islam secara menyeluruh sangat penting walaupun tidak mendetail. Untuk itu, diperlukan pedoman-pedoman yang dapat dijadikan sandaran, patokan atau petunjuk dalam memahami Islam secara baik dan benar. Pedoman-pedoman tersebut mencakup:<br />
<br />
Pertama, Islam harus dipelajari dari sembernya yang asli, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Rasul, kemudian dihubungkan dengan kenyataan histori, empiris, dan sosiologis yang ada di masyarakat. Kekeliruan dalam memahami Islam dapat terjadi karena orang hanya mengenalnya dari sebagian ulama dan pemeluknya yang telah jauh dari bimbingan Al-Qur'an dan as- Sunnahh, atau melalui pengenalan dari kitab-kitab fiqih dan tasawuf. Mempelajari Islam dengan cara demikian akan menjadikan orang tersebut sebagai pemeluk Islam yang sinkretisme yang telah tercampuri oleh hal-hal yang tidak islami.<br />
<br />
Kedua, Islam harus dipelajari secara integral, tidak secara parsial atau terpisah-pisah. Artinya Islam dipelajari secara menyeluruh sebagai satu kesatuan yang utuh tidak secara sebagian saja. Sebab dengan memahami secara parsial akan menimbulakan skeptis, bimbang dan penuh keraguan.<br />
<br />
Ketiga, Islam perlu dipelajari dari kepustakaan atau literature yang ditulis oleh para ulama besar atau para sarjana yang benar-benar memiliki pemahaman Islam yang baik. Berkaitan dengan yang ketiga ini, timbul permasalahan dalam literature yang ditulis oleh kaum orientalis. Karena bagi mereka, Islam hanya sekedar dipahami yang kemudian dicari-cari kelemahannya. Berkenaan dengan hal tersebut, seseorang yang mempelajari Islam hendaklah bersikap kritis, selektif, dan penuh kehati-hatian serta telah kuat dalam memahami dan menjalankan dasar-dasar keislamannya.<br />
<br />
Keempat, kesalahan sementara orang mempelajari Islam adalah dengan jalan mempelajari kenyataan umat Islam sendiri, bukan agamanya. Sikap konservatif sebagian golongan Islam, keawaman, kebodohan, dan keterbelakangan itulah yang dinilai sebagai Islam. Padahal yang sebenarnya tidak demikian, Islam mengajarkan kesatuan dan persatuan, kebersamaan, saling menolong, dan saling mengasihi.<br />
Uraian singkat mengenai metode memahami yang pada intinya Islam harus dilihat dari berbagai dimensi.<a href="http://www.blogger.com/post-edit.g?blogID=1891720245941629933&postID=5270129139901227534#_ftn1">[1]</a> <br />
Apabila Islam ditinjau dari satu sudut pandang saja, maka yang akan telihat hanya satu dimensi saja dari gejalanya yang sebenarnya bersegi banyak. Sehingga mengakibatkan kesulitan dalam pemahaman secara keseluruhan. Buktinya ialah Al-Qur'an. Kitab ini memiliki banyak dimensi. Satu dimensi misalnya, mengandung aspek-aspek linguistic dan sastra. Dimensi lain terdiri atas tema-tema filosofis dan keimanan. Al-Qur'an mengajak kita memahami Islam secara komprehensif. Berbagai aspek yang ada dalam Al-Qur'an jika dipahami secara keseluruhan akan menghasilkan pemahaman Islam yang menyeluruh.<br />
<br />
Ali Syari’ati lebih lanjut menyatakan, ada berbagai cara dalam memahami Islam melalui metode perbandingan, yaitu:<br />
Mengenal Allah SWT dan membandingkan-Nya dengan sesembahan agama lain <br />
Mempelajari kitab Al-Qur'an dan membandingkannya dengan kitab-kitab ajaran agama lainnya <br />
Mempelajari kepribadian Rasulullah dan membandingkannya dengan tokoh-tokoh besar pembaruan yang pernah hidup dalam sejarah. <br />
Mempelajari tokoh-tokoh Islam tekemuka dan membandingkannya dengan tokoh-tokoh utama agama maupun aliran-aliran lain. <br />
<br />
Selain menggunakan pendekatan perbandingan, ada cara lain dalam memahami Islam, yaitu dengan menggunakan pendekatan aliran. Pemahaman dengan pendekatan aliran menitik beratkan pada pemahaman Islam sebagai aliran pemikiran yang membangkitkan kehidupan manusia perseorangan maupun masyarakat.<br />
<br />
Menurut Mukti Ali, terdapat metode lain dalam memahami Islam yaitu metode tipologi. Metode ini oleh banyak ahli sosiologi dianggap objektif, berisi klasifikasi topik dan tema yang mempunyai tipe yang sama. Terdapat lima aspek atau ciri dari agama Islam, yaitu 1) aspek ketuhanan, 2) aspek kenabian, 3) aspek kitab suci, 4) aspek keadaan sewaktu munculnya nabi dan orang-orang yang didakwahinya serta individu-individu terpilih yang dihasilkan oleh agama itu.<br />
<br />
Dari uraian-uraian di atas, secara garis besar ada dua macam metode untuk memahami Islam. Pertama, metode komparasi, yaitu suatu cara memahami agama dengan membandingkan seluruh aspek yang ada dalam agama Islam tersebut dengan agama lainnya, dengan cara demikian akan dihasilkan pemahaman Islam yang objektif dan utuh. Kedua, metode sintesis, yaitu suatu cara memahami Islam yang memadukan antara metode ilmiah dengan segala cirinya yang rasional, objektif, kritis, dengan metode teologis normative. Metode ilmiah digunakan untuk memahami Islam yang tampak dalam kenyataan historis, empiris, dan sosiologis, sedangkan metode teologis normative digunakan untuk memahami Islam yang terkandung dalam kitab suci. Melalui metode teologis normative ini seseorang memulainya dengan memahami Islam sebagai agama yang mutlak benar. Setelah itu dilanjutkan dengan melihat agama sebagaimana norma ajaran yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan manusia yang secara keseluruhan diyakini amat ideal. Melalui metode teologis normative yang tergolong tua usianya ini dapat dihasilkan keyakinan dan kecintaan yang kuat, kokoh, dan militant pada Islam, sedangkan dengan metode ilmiah yang tergolong muda usianya ini dapat dihasilkan kemampuan menerapkan Islam yang diyakini dan dicintainya itu dalam kenyataan hidup serta memberi jawaban terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi manusia.<br />
<br />
Sedangkan menurut Ali Anwar Yusuf dalam bukunya Studi Agama Islam, terdapat tiga metode dalam memahami agama Islam , yaitu:<br />
<br />
<b>1. Metode Filosofis</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Filsafat adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang membahas segala sesuatu dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan sedalam-dalamnya sejauh jangkauan kemampuan akal manusia, kemudian berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal dengan meneliti akar permasalahannya. Memahami Islam melalui pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan tidak memiliki makna apa-apa atau kosong tanpa arti. Namun bukan pula menafikan atau menyepelekan bentuk ibadah formal, tetapi ketika dia melaksanakan ibadah formal disertai dengan penjiwaan dan penghayatan terhadap maksud dan tujuan melaksanakan ibadah tersebut.<br />
<br />
<b>2. Metode Historis</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Metode historis ini sangat diperlukan untuk memahami Islam, karena Islam itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan sangat berhubungan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Melalui metode sejarah, seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya dan hubungannya dengan terjadinya suatu peristiwa.<br />
<br />
<b>3. Metode Teologi</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Metode teologi dalam memahami Islam dapat diartikan sebagai upaya memahami Islam dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari satu keyakinan. Bentuk metode ini selanjutnya berkaitan dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang Islam dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Allah yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.<br />
<br />
<b>BAB III</b><br />
<b>KEGUNAAN MEMPELAJARI METODOLOGI STUDI ISLAM</b><br />
<br />
<b>a. Strategi Islamisasi Ilmu Pengetahuan</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu gagasan yang paling canggih, amat komprehensif dan mendalam yang ditentukan dalam al-Qur`an ialah konsep ilmu. Pentingnya konsep ini terungkap dalam kenyataan bahwa al-Qur`an menyebut-nyebut kata akat dan kata turunannya sekitar 800 kali. Dalam sejarah peradaban muslim, konsep ilmu secara mendalam meresap kedalam seluruh lapisan masyarakat dan mengungkapkan dirinya dalam semua upaya intelektual. Tidak hanya ada peradaban lain dalam sejarah yang mamiliki konsep ilmu penngetahuan, dengan semangat nyang demikian tinggi dan mengejarnya dengan amat tekun seperti itu. Pertama,ilmu pengetahuan tersebut akan terus berkembang dinamis sesuai dengan tuntutan zaman, karena hanya ajaran Islamlah yang paling mementingkan ajaran ilmu pengetahuan. Kedua,masyarakat modern akan mendapatkan momentum kejayaan dan kesejahteraan yang seimbang, antara kesejahteraan yang bersifat material dengan kesejahteraan yang bersifat spiritual, sebagaimana hal ini pernah dialami umat Islam di zaman klasik. Ketiga,masyarakat modern akan merasakan tumbuh menjadi suatu kekuatan yang antara satu dan yang lainya saling membantu melalui ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini terjadi karena ilmu yang dimilikinya diarahkan untuk mengabdi kepada kemanusiaan. Keempat, Islamisasi ilmu pengetahuan akan berdampak pada timbulnya konsep pendidikan yang ingrated antara ilmu agama dan ilmu umum. Dengan cara demikian dikhotomi kedua ilmu tersebut akan hilang dengan sendirinya.<br />
<br />
<b>b. Islamisasi Ilmu Pengetahuan Melalui Pendidikan Islam</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Dewasa ini, dunia Islam dihadapkan kepada suatu tantangan yang belum pernah dialami generasi terdahulu,yaitu pengaruh kebudayaan Barat yang hampir menyentuh seluruh aspek kehidupan. Pengaruh itu, wujudnya bukan sekadar produk tekhnologi, yang dalam batas tertentu memang bermanfaat; tetapi juga dibidang tata fikir yang sesungguhnya amat berbahaya. Terutama, pengeruh fikiran Barat ini merembes kedunia Islam melalui transformasi ilmu. Melalui “pasar ilmu”, maka terjadilah pencampur adukan konsep, bahkan juga cara berfikir dikalangan ilmuan.<br />
<br />
Karena kedudukan kaum musilimin berada difihak yang lamah, maka transformasi pengaruh tersebut menjadi berat sebelah. Intinya, segala sesuatu yang datang dari Barat dianggaplah lebih baik, sehingga berbondong-bondong orang memakai dan menirunya. Sedemikian takut dan kagumnya bangsa Timur (temasuk kaum muslimin) terhadap apa saja yang memakai merk Barat, mereka campakkan milik sendiri karena dianggap jelek, walaupun terkadang tanpa pertimbangan yang matang. Peniruan secara besar-besaran semacam ini, juga berlaku dalam dunia ilmu pengetahuan.<br />
<br />
Sering ditemui, ilmuan kita sekarang luar biasa perannya dalam “membaratkan” masyarakat dan bangsanya sendiri, Bahkan, ilmuan yang berpredikat muslimpun tidak ketinggalan mengikuti jejaknya. Terbukti , misalnya dalam pemakaian konsep-konsep ilmiah. Peristilahan dari Barat dicocok-cocokkan untuk melambangkan ajaran Islam, sebaliknya istilah yang sebenarnya khas Islam dipaksakan untuk menyesuaikan diri dengan apa yang difahami orang Barat. Akibatnya , tentu saja umat Islam sendiri secara keseluruhan semakin jauh dari “bahasa’ agamanya.<br />
<br />
Manyadari keadaan tersebut, bangkitlah sekelompok intelektual muslim untuk mencari jalan keluarnya. Khusus dalam segi ilmu, upaya itu diawali dari dalam, yaitu dengan manyusun klasifikasi ilmu Islam seperti yang juga telah dilakukan ulama terdahulu. Menurut Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, ilmu sebagai dimaksud terbagi menjadi dua : berian Allah dan capaian manusia. Yang telah diberikan oleh Allah adalah ilmu-ilmu agama, dan ini harus dipelajari setiap muslim, mengingat mutlak pentinganya untuk bimbingan hidup. Sedangkan ilmu-ilmu alam dan teknik, wajib dikuasai oleh sebagian umat Islam saja, jadi hukumnya fardhu kifayah.<br />
<br />
Untuk ilmu agama Islam, perinciannya adalah sebagai berikut : al-Qur`an, al-Sunnah, al-Syari`ah, al-Tauhid, al- Tashawuf, dan ilmu-ilmu linguistik Islam. Sedangkan kelompok kedua, meliputi ilmu-ilmu rasional, intelektual dan filosofis, yang tercakup didalamnya : ilmu-ilmu kemanusiaan, ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu terapan dan ilmu-ilmu tekhnologi, dengan adanya pembagian seperti ini, akan mempermudah upaya untuk mengkontrol ilmu-ilmu tersebut supaya jangan sampai terjadi proses deislamisasi oleh akibat pengaruh Barat sebagaimana terlihat diatas.<br />
<br />
Langkah itupun belum cukup. Masih diusahakan, agar ilmu-ilmu yang telah diklasifikasikan secara jelas tersebut, dalam praktiknya dapat berkembang dipangkuan Islam sendiri. Karena walaupun sudah diadakan klasifikasi, jika dibiarkan mandeg tak berkembang, jadinya sama saja seperti tidak ada usaha. Sebaliknya, dengan upaya pengembangan lebih lanjut, sekaligus akan berfungsi sebagai daya tangkal yang aktif untuk menolak satiap tantangan yang bisa mengakibatkan kerusakan. Cara pemeliharaan dan pengambangan ilmu-ilmu Islam di pangkuan kaum muslimin sendiri inilah, yang dimaksud dengan” Islamisasi ilmu”.<br />
<br />
Sebagai usaha berencana, gagasan Islamiasasi ilmu hanya mungkin terlaksan dengan baik, apabila tesadia suatu sarana atau wadah yang bersifat permanen. Sarana atau wadah itu, tidak lain adalah lembaga pendidikan, khususnya tingkat perguruan tinggi, baik dengan istilah institut maupun Universitas. Ini bisa difahami, karena lambaga pendidikan tinggi memiliki semboyan kerja “pendidikan”, penelitian dan pengabdian.” Di sana terdapat potensi manusiawi (dosen, karyawan dan mahasiswa) yang pada umumnya memiliki idealisme dalam bidang keilmuan. Disamping itu, sifat universitas perguruan tinggi, memungkinkan diselenggarakannya pengembangan ilmu-ilmu Islam yang beraneka macam wujud kesatuan.<br />
<br />
<b>BAB IV</b><br />
<b>METODOLOGI STUDI ISLAM DAN HUBUNGAN DENGAN ILMU-ILMU LAINNYA</b><br />
<b>Karakteristi Ajaran Islam</b><br />
<br />
Selama ini kita sudah mengenal Islam, tetapi Islam dalam potret yang bagaimanakah yang kita kenal itu, tampaknya masih merupakan suatu persoalan yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Misalnya mengenal Islam dalam potret yang ditampilkan Iqbal dengan nuansa filosofis dan sufistiknya. Islam yang ditampilkan Fazlur Rahman bernuansa historis dan filosofis. Demikian juga, Islam yang ditampilkan pemikir-pemikir dari iran seperti Ali Syari’ati, Sayyed Hussein Nasr, Murthada Munthahhari.<br />
<br />
Pemikiran para ilmuan Muslim dengan mempergunakan berbagai pendekatan tersebut di atas kiranya dapat digunakan sebagai bahan untuk mengenal karakteristik ajaran Islam, tidak mencoba memperdebatkannya antara satu dan lainnya, melainkan lebih mencari sisi-sisi persamaannya untuk kemaslahatan umat umumnya dan untuk keperluan studi Islam pada khususnya.<br />
<br />
<b>A. Dalam Bidang Agama</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Melalui karyanya berjudul Islam Doktrin dan Peradaban, Nurcholis Madjid banyak berbicara karakteristik ajaran Islam dalam bidang agama. Menurutnya, bahwa dalam bidang agama Islam mengakui adanya pluralisme. Pluralisme menurut Nurcholis Madjid adalah aturan Tuhan (Sunnah Allah) yang tidak akan berubah, sehingga juga tidak mungkin dilawan atau diingkari.<br />
<br />
Karakteristik agama Islam dalam visi keagamaannya bersifat toleran, pemaaf, tidak memaksakan dan saling menghargai karena dalam pluralitas agama tersebut terdapat unsur kesamaan yaitu pengabdian pada Tuhan.<br />
<br />
<b>B. Dalam Bidang Ibadah</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Karakteristik ajaran Islam selanjutnya dapat dikenal melalui konsepsinya dalam bidang ibadah. Secara harfiah ibadah berarti bakti manusia kepada Allah Swt, karena didorong dan dibangkitkan oleh akidah tauhid.<br />
<br />
Visi Islam tentang ibadah merupakan sifat, jiwa, dan misi ajaran Islam itu sendiri yang sejalan dengan tugas penciptaan manusia, sebagai makhluk yang hanya diperintahkan agar beribadah kepada-Nya.<br />
<br />
<b>C. Bidang Akidah</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Dalam Kitab Mu’jam al-Falsafi, Jamil Shaliba mengartikan akidah menurut bahasa adalah menghubungkan dua sudut sehingga bertemu dan bersambung secara kokoh. Ikatan tersebut berbeda dengan terjemahan kata ribath yang artinya juga ikatan tetapi ikatan yang mudah dibuka, karena akan mengandung unsur yang membahayakan.<br />
<br />
Karakteristik Islam yang dapat diketahui melalui bidang akidah ini adalah bahwa akidah Islam bersifat murni baik dalam isinya maupun prosesnya.<br />
<br />
<b>D. Bidang Ilmu dan Kebudayaan</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Karakteristik Islam dalam bidang ilmu dan kebudayaan bersikap terbuka, akomodatif, tetapi juga selektif. Islam adalah paradigma terbuka. Ia merupakan mata rantai peradaban duni. Dalam sejarah kita melihat Islam mewarisi peradaban Yunani-Romawi di Barat dan peradaban-peradaban Persia, Indi dan Cina di Timur.<br />
<br />
Karakteristik Islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan dapat dilihat dari 5 ayat pertama surat Al-Alaq yang diturunkan Tuhan kepada Nabi Muhammad Saw. Pada ayat tersebut terdapat kata iqra’ yang diulang sebanyak dua kali. Kata tersebut menurut A.Baiquni, selain berarti membaca dalam arti biasa, juga berarti menelaah, mengobservasi, membandingkan, mengukur, mendiskripsikan, menganalisis dan penyimpulan secara induktif.<br />
<br />
<b>E. Bidang Pendidikan</b><br />
<br />
Islam memaandang bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap orang (education for all), laki-laki atau perempuan dan berlangsung sepanjang hayat (long life education).<br />
<br />
<b>F. Bidang Sosial</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Ajaran Islam dalam bidang sosial ini termasuk yang paling menonjol karena seluruh bidang ajaran Islam sebagaimana telah disebutkan di atas pada akhirnya ditujukan untuk kesejahteraan manusia.<br />
<br />
Menurut penelitian yang dilakukan Jalaluddin Rahmat, Islam ternyata agama yang menekankan urusan muamalah lebih besar daripada urusan ibadah. Islam ternyata banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial daripada aspek kehidupan ritual.<br />
<br />
<b>G. Dalam Bidang Kehidupan Ekonomi</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Karakteristik ajaran Islam selanjutnya dapat dipahami dari konsepsinya dalam bidang kehidupan. Islam memandang bahwa kehidupan yang harus dilakukan manusia adalah hidup yang seimbang dan tidak terpisahkan antara urusan dunia dan akhirat. Urusan dunia dikejar dalam rangka mengejar kehidupan akhirat dan kehidupan akhirat dicapai dengan dunia. Kita membaca hadis nabi yang diriwayatkan oleh Ibn Mubarak yang artinya : Bukanlah termasuk orang yang baik di antara kamu adalah orang yang meninggalkan dunia karena mengejar kehidupan akhirat, dan orang yang meninggalkan akhirat karena mengejar kehidupan dunia. Orang yang baik adalah orang yang meraih keduanya secara seimbang, karena dunia adalah alat menuju akhirat, dan jangan dibalik yakni akhirat dikorbankan untuk urusan dunia.<br />
<br />
<b>H. Dalam Bidang Kesehatan</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Ajaran Islam tentang kesehatan berpedoman pada prinsip pencegahan lebih diutamakan daripada penyembuhan. Berkenaan dengan konteks kesehatan ini ditemukan banyak petunjuk kitab suci dan sunnah Nabi Muhammad Saw. yang pada dasarnya mengerah pada upaya pencegahan diantaranya. Surat Al-Baqarah , 2:222) yang artinya : Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan senang kepada orang-orang yang membersihkan diri. Selain itu Surat Al-Mudatsir 74:4-5) yang artinya : Dan bersihkanlah pakaianmu dan tinggalkanlah segala macam kekotoran.<br />
<br />
<b>I. Dalam Bidang Politik</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Dalam Alquran Surat An-Nisa’ ayat 156 terdapat perintah menaati ulil amri yang terjemahannya termasuk penguasa di bidang politik, pemerintahan dan negara. Islam menghendaki suatu ketaatan kritis yaitu ketaatan yang didasarkan pada tolak ukur kebenaran dari Tuhan. Jika pemimpin tersebut berpegang teguh pada tuntutan Allah dan rasul-Nya maka wajib ditaati. Sebaliknya, jika pemimpin tersebut bertentangan dengan kehendak Allah dan rasul-Nya, boleh dikritik atau diberi saran agar kembali ke jalan yang benar dengan cara-cara yang persuasif. Dan jika cara tersebut juga tidak dihiraukan oleh pemimpin tersebut, boleh saja untuk tidak dipatuhi.<br />
<br />
<b>J. Dalam Bidang Pekerjaan</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Islam memandang bahwa kerja sebagai ibadah kepada Allah Swt. Atas dasar ini maka kerja yang dikehendaki Islam adalah kerja yang bermutu, terarah pada pengabdian terhadap Allah Swt, dan kerja yang bermanfaat bagi orang lain.<br />
<br />
Untuk menghasilkan produk pekerjaan yang bermutu, Islam memandang kerja yang dilakukan adalah kerja profesional, yaitu kerja yang didukung ilmu pengetahuan, keahlian, pengalaman, kesungguhan dan sebagainya.<br />
<br />
<b>K. Islam Sebagai Disiplin Ilmu</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Islam juga telah tampil sebagai sebuah disiplin ilmu yaitu ilmu keislaman. Menurut peratutan Menteri Agama Republik Indonesia Tahun 1985, bahwa yang termasuk disiplin ilmu keislaman adalah Alquran/Tafsir, Hadis/Ilmu Hadis, Ilmu Kalam, Filsafat, Tasawuf, Hukum Islam (Fiqih), Sejarah dan Kebudayaan Islam serat Pendidikan Islam.<br />
<br />
Islam sebenarnya mempunyai aspek teologi, aspek ibadah, aspek moral, aspek mistisisme, aspek filsafat, aspek sejarah, aspek kebudayaan dan sebagainya.<br />
<br />
<b>KESIMPULAN</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Dari pembahasan di atas penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :<br />
Metodologi berarti ilmu tentang cara-cara untuk sampai pada tujuan. <br />
Metodologi dalam hal pemahaman Islam digunakan untuk mengetahui metode-metode yang tepat agar dapat diperoleh hasil yang utuh dan objektif dalam pemahaman Islam. <br />
Indonesia yang terdiri dari beragam suku dan budaya menyebabkan Islam dipahami sesuai dasar keyakinan masyarakatnya. <br />
Studi Islam sangat penting karena sangat berperan dalam masyarakat. Studi Islam bertujuan untuk mengubah pemahaman dan penghayatan keislaman masyarakat inter dan antar agama. <br />
Dalam memahami Islam dapat digunakan beberapa metode, di antaranya metode filosofis, historis, dan teologis. <br />
<br />
Berawal dari sebuah pandangan bahwa ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat ini telah terkontaminasi pemikiran barat sekuler dan cenderung ateistik yang berakibat hilangnya nilai-nilai religiusitas dan aspek kesakralannya. Di sisi lain, keilmuan Islam yang dipandang bersentuhan dengan nilai-nilai teologis, terlalu berorientasi pada religiusitas dan spiritualitas tanpa memperdulikan betapa pentingnya ilmu-ilmu umum yang dianggap sekuler. Menyebabkan munculnya sebuah gagasan untuk mempertemukan kelebihan-kelebihan diantara keduanya sehingga ilmu yang dihasilkan bersifat religius dan bernafaskan tauhid, gagasan ini kemudian dikenal dengan istilah "Islamisasi Ilmu Pengetahuan".<br />
<br />
Sedangkan manfaat yang kita dapat rasakan dari Islamisasi Ilmu Pengetahuan antara lain:<br />
Setidaknya kita selaku Umat Islam tidak menjadi kafir dan kehilangan arah dalam hal keimanan dalam melihat berbagai fenomena ilmu pengetahuan. <br />
Kita sebagai umat yang percaya kepada Wahyu Allah yang memberikan landasan berbagai ilmu sehingga tidak terjadi dikotomi dalam ilmu pengetahuan. <br />
Kita sebagai hamba Allah akan semakin dekat kepada-Nya. <br />
<br />
<b>BAB V</b><br />
<b>PENUTUP</b><br />
<br />
<b> </b><br />
Demikian makalah yang dapat kami sampaiakan kurang lebihnya mohon dimaafkan, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan, jika ada kesalahan mohon di ingatkan dan dibenarkan, sebagai perbaikan kami ke depan. Semoga apa yang tertera dalam makalah ini dapat membawa manfaat untuk kita semua dan bisa menambah wawasan kita semua. </div>KUMPULAN TULISANhttp://www.blogger.com/profile/07146712776383415902noreply@blogger.com0